Mamasa, 8enam.com.-Tidak hadirnya Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Mamasa dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mamasa, saat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) menuai sorotan dari anggota DPRD.
Selain menuai sorotan dari anggota DPRD, tidak hadirnya Kepala BPKAD dalam Rapat Pansus pembahasan Ranperda KTR juga dinilai melecehkan lembaga legislatif.
Saat rapat Pansus bersama Dinas Kesehatan Mamasa di gedung DPRD, Kamis (18/5/2017), David Bambalayuk mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan sikap Kepala BPKAD Mamasa yang mengutus stafnya ke DPRD. Dan pihaknya menilai Kepala BPKAD tidak memiliki etikad yang baik untuk merespon undangan DPRD.
Menurut David , transparansi keuangan daerah juga perlu dilakukan, agar diketahui oleh masyarakat dan mampu dipertanggungjawabkan. Soal Sistem Aplikasi Keuangan Daerah (SIMDA) belum tentu dipercaya sepenuhnya, karena dikendalikan oleh manusia.
Pansus lanjutnya, mengharapkan ada agenda uji petik atau study banding ke daerah yang sudah menerapkan Kawasan Tanpa Rokok agar tidak ada kekeliruan dalam merumuskan Ranperda tersebut.
Sementara Politisi Parati Golkar, Jupri Sambo Ma’dika juga menegaskan, Ketidakhadiran Kepala BPKAD dalam rapat Pansus membuat lembaga DPRD merasa dilecehkan.
“Kami sangat kecewa atas sikap tersebut dan pembahasan Ranperda tentang KTR secara tidak langsung BPKAD ikut menghambat pembahasan,” ujarnya.
Jupri juga berpendapat, bahwa Pansus perlu melakukan studi banding untuk memahami lebih jauh tentang Ranperda tersebut.
Sedangkan Yohanis Buntulangi mengungkapkan, untuk menghasilkan Perda yang berkualitas, memang perlu dikaji secara seksama, namun dengan tidak hadirnya Kepala BPKAD sepertinya DPRD tidak dihargai.
Terkait masalah uji petik, Kepala Dinas Kesehatan, Hajai S.Tanga menjelaskan, proses Ranperda sebenarnya dimulai Tahun 2015 dan berharap 2016 telah dibahas. Dia juga katakan, Tahun 2015 telah dilakukan study banding yang melibatkan DPRD, di Tahun 2016 juga dilakukan study banding sehingga di Tahun 2017 kami tidak berfikir lagi untuk anggaran study banding. Soal apakah Rp 1,4 miliar telah dialokasikan, karena telah masuk bagian ke anggaran pokok,
“Kami sudah tidak tahu lagi apakah dana yang selama ini digunakan dari pajak rokok atau bagaimana karena telah disatukan di keuangan,” ujarnya.
Dijelaskannya, Waktu diberikan petunjuk untuk peruntukan anggaran pajak rokok, Rp 1,4 miliar, itu adalah pajak rokok triwulan empat (terakhir) tahun 2016. Dalam penganggarannya 50% ke-Kesehatan itu dibagi dengan Rumah Sakit.
Saat mencoba menghubungi Kepala BPKAD Mamasa, Ardiansyah melalui via Massenger Kamis 18 Mei 2017 pukul 18.54 Wita, pesan tersebut tidak direspon hingga berita ini dikirim ke redaksi. (Pan)