Mateng, 8enam.com.-Dialog dalam rangka memperingati hari bumi ke 47 tahun dengan tema “Upaya pencegahan illegal fhising dalam rangka memperkuat maritime di Sulawesi Barat” yang di prakarsai oleh kelompok kreatif Maradika Group di gelar Pendopo Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng) dengan masyarakat nelayan hasilkan Empat buah rekomendasi.
Empat rekomendasi tersebut yakni, pembentukan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur bantuan dan pengawasan, perkuat data nelayan, pengawasan bantuan nelayan agar tepat sasaran dan sosialisasi atau penyuluhan kepada nelayan agar nelayan sadar untuk tidak melakukan praktek illegal fhising.
Hadir sebagai narasumber dalam dialog tersebut, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Mateng, H. Amrullah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mateng, Anwar Laumma, Kepala Bidang Pengawasan dan Pencegahan Dinas Perikan dan Kelautan Provinsi Sulbar, Masri dan Eka Ali Akbar pemerhati lingkungan sekaligus aktivis lingkungan.
Menurut Eka Ali Akbar, berbicara masalah Ilegal Fhising berarti berbicara masalah kerusakan biota laut. Itu tidak semata-mata berbicara pada persolan bagaimana nelayan melakukan pengerusakan dengan menangkap ikan secara besar-besaran menggunakan metode yang tidak di instruksikan oleh pemerintah. Tapi juga harus berbicara soal segala hal yang berhubungan atas budidaya isi laut seperti, mangrove, trumbu karang sampai dengan persolan maritime.
“Selain itu, kita juga harus bicara soal dampak dari pembalakan di darat yang berdampak di laut, apa yang terjadi di hulu berimbas di hilir. Itu semua yang harus di ketemukan di ruang diskusi ini. Bukan serta merta misalnya narasumber berbicara soal bagaiman metode menagkap pelaku illegal fhising, sementara di lain sisi kita tidak bicara bahwa apa kira-kira yang bisa menghentikan para nelayan melakukan pengeruakan. Ada tidak pilihan lain kesejahteraan, ekonomi, penghasilan yang bisa menjadi alternative pilihan bagi para nelayan untuk tidak melakukan pengerusakan,” terang Eka Ali Akbar, Kamis (27/4/2017).
Sesuai dengan data lanjutnya, dalam satu trumbu karang itu menghasilkan 20 ton ikan. Jadi kalau satu trumbu karang hilang berarti 20 ton ikan itu hilang. Kalau bicara potensi pendukung dari kelautan, misalnya kondisi mangrove Indonesia dari tahun 1982 sampai tahun 2000, mangrove di Indonesia 4,2 juta hektar. Durasi hanya 8 tahun, itu hilang lebih dari 50 persen mangrove. Dan tahun sekarang bahkan tersisa 30 persen. Sementara potensi mangrove Indonesia yang mendukung biota laut dunia, 60 persen mangrove di Asia ada di Indonesia dan 20 persen di dunia ada di Indonesia.
“Jadi kalau 20 persen mangrove yang ada di Indonesia habis, maka 20 persen mangrovenya dunia habis,” ungkapnya.
Eka juga sampaikan, penghasilan Indonesia pertahun dari segi kelautan itu Rp 300 triliyun lebih. Sementara Vietnam yang lautnya 50 persen lebih kecil dari Indonesia, itu menghasilkan Rp 25 triliyun. Artinya potensi yang hilang sekitar Rp 300 triliyun pertahun akibat pengelolaan laut yang tidak benar dan akibat jalur laut yang tidak diawasi dengan benar. (Ra)