Penulis : M. La’bi, S.Si., M.M.
Statistisi Madya di BPS Provinsi Sulawesi Barat
Sulbar telah melewati usia 18 tahun dengan sejumlah pembangunan yang ada. Tentunya Sulbar diharapkan mengalami kemajuan dari waktu ke waktu sejajar dengan daerah-daerah lain. Kemajuan tersebut harus ditandai dengan berbagai indikator yang terukur. Usia yang baru mendekati dua dekade tersebut memang masih tergolong muda bagi sebuah wilayah selevel provinsi.
Tagline “Maju dan malaqbi” adalah kalimat singkat, penuh makna, diusung untuk menginspirasi dalam melakukan pembangunan. Tentunya, dalam melihat kemajuan pembangunan sebuah wilayah harus berdasarkan data dan indikator yang ada. Dengan demikian, untuk mengklaim sebuah daerah mengalami kemajuan atau tertinggal sangat membutuhkan data. Di mana data terkait kemajuan pembangunan banyak dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan harus terus didukung untuk meningkatkan kualitasnya.
Indikator Makro
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di benak kita sudah sangat familiar yang dapat menggambarkan keberhasilan pembangunan ekonomi. PDRB yang besar menjadi prestasi tersendiri bagi suatu daerah. Tahun 2021, dalam tataran ekonomi nasional, PDRB Sulbar berada pada urutan 32 dari 34 provinsi di Indonesia. Yakni, berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 50,34 triliun rupiah 2021. Dan pada tahun 2021 tersebut perekonomian di Sulbar tumbuh 2,56 persen, berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3,69 persen.
Dalam periode sebelum Covid-19 pertumbuhan ekonomi Sulbar selalu berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional dengan kisaran 5-6 persen per tahun. Memasuki keparahan dampak Covid-19, ekonomi Sulbar mengalami kontraksi sebesar 2,42 persen, yang juga dialami perekonomian secara nasional. Kondisi itu, dalam periode 2021 segera dapat dipulihkan sehingga ekonomi Sulbar kembali tumbuh positif meski masih di bawah pertumbuhan nasional.
Telah dimaklumi bahwa kategori pertanian merupakan penopang utama perekonomian di Sulbar, dengan share sepanjang tahun kisaran 43,66 persen. Olehnya itu, kategori pertanian tetap perlu menjadi fokus perhatian untuk meningkatkan ekonomi Sulbar dengan sejumlah potensi yang ada. Salah satunya adalah pemerintah senantiasa berusaha meningkatkan nilai tukar petani (NTP).
NTP Sulbar tahun 2021 secara umum sudah di atas 100, sayangnya, jika dilihat per sektor, sektor pangan dan peternakan hanya mencapai rata-rata 96 sampai November 2022, yang berarti bahwa indeks yang dibayarkan petani pangan dan peternakan jauh lebih besar dibanding indeks yang harus diterima petani pangan dan peternakan.
Faktor lain yang merupakan indikator ekonomi sekaligus indikator sosial adalah kemiskinan. Penduduk miskin di Sulbar Maret 2022 sekitar 11,75 persen (165,72 ribu jiwa). Angka tersebut meningkat dari tahun 2016 yang mencapai 11,02 persen. Hal ini menandakan bahwa ada masalah dalam hal kebijakan penurunan kemiskinan.
IPM adalah salah satu faktor dari indikator sosial-ekonomi dalam pembangunan. IPM Sulbar pada 2022 sebesar 66,92, masih tergolong dalam kategori sedang. Capaian IPM Sulbar tersebut hanya mampu mengungguli IPM Papua, Papua Barat, dan NTT. IPM tertinggi adalah DKI Jakarta yang mencapai 81,65 atau berkategori sangat tinggi.
Penyebab utama rendahnya IPM di Sulbar adalah rendahnya angka harapan hidup. Angka harapan hidup mencerminkan rata-rata lama hidup (diharapkan) bagi setiap kelahiran hidup (dihitung saat lahir) selama 65,63 tahun. Angka itu hanya naik sebesar 0,81 tahun sejak tahun 2016. Angka harapan hidup yang tergolong rendah dapat mencerminkan masih relatif tingginya tingkat kematian balita. Dan selanjutnya dapat menjadi cerminan kurangnya fasilitas kesehatan dan sanitasi serta ketersediaan air bersih.
Capaian rata-rata lama sekolah di Sulbar kondisi terkini 2022 sebesar 8,08 tahun. Artinya, bagi penduduk usia 25 tahun ke atas di Sulbar secara rata-rata hanya sekolah sampai di kelas 3 SMP. Angka tersebut hanya naik sebesar 0,35 tahun sejak tahun 2016.
Indikator lain yang perlu dicermati adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT). TPT di Sulbar sudah mencapai 2,34 persen pada Agustus 2022. Angka ini merupakan yang terendah di seluruh Indonesia. Sayangnya, tenaga kerja di Sulbar masih di atas 77 persen berkerja sebagai tenaga kerja sektor informal dengan tingkat pendidikan mayoritas SMP ke bawah.
Mencari Solusi
Indikator strategis di atas yang menggambarkan sedikit banyaknya capaian pembangunan di Sulbar hingga 2022 ini bisa menjadi bagian yang dapat menginspirasi kita untuk lebih mencintai Sulbar. Dibutuhkan seperangkat perencanaan dan kebijakan yang tapat dan mendapat dukung oleh segenap lapisan masyarakat agar bisa lebih maju di masa depan.
Solusinya adalah setiap perencanaan dan kebijakan harus berbasis pada seperangkat data yang mendukung. Tentunya dibutuhkan kejelian dan kecerdasan dalam memanfaatkan segala data yang ada.
Berdasarkan data tersebut perlu intervensi kebijakan berupa menarik investor untuk meningkatkan nilai PDRB. Perlu dukungan penuh kepada usaha pertanian agar kesejahteraan semakin membaik, serta meningkatkan pendidikan dan keterampilan para pekerja agar bisa berdaya dengan tenaga kerja yang berkualitas dan menghasilkan pendapatan yang lebih baik. (*)