Mamuju, 8enam.com.-Data terbaru di Tahun 2021 indeks resiko bencana menetapkan Sulbar menjadi provinsi yang paling beresiko di Indonesia. Olehnya itu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pemerintah harus perkuat komitmen untuk lebih peduli dalam aspek kebencanaan.
Hal itu disampaikan oleh Sekprov Sulbar Muhammad Idris saat menghadiri sekaligus membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Penanganan Sarana dan Prasarana Pasca Bencana Tahun 2021, yang berlangsung di Hotel Yaki, Jalan H. Andi Endeng Mamuju, Rabu (8/12/2021).
Sekprov Sulbar Muhammad Idris mengatakan, pekerjaan BPBD baik provinsi maupun kabupaten di Sulbar adalah pembangun kesadaran di daerah Sulbar yang tertinggi indeks resiko bencananya sebesar 166,49. Artinya, daerah Sulbar sangat rentan dengan bencana.
“Misi yang harus dimainkan BPBD kedepan adalah misi edukasi untuk kebencanaan. BPBD dan Pemerintah harus memperkuat komitmen daerah untuk lebih peduli dalam aspek kebencanaan,” tandas Idris.
Olehnya itu, Idris mengajak masing-masing daerah membangun persepsi yang sama, sebab Sulbar adalah daerah rawan bencana dan memliki indeks yang tinggi, sehingga tidak hanya dibiarkan namun harus ada tindakan-tindakan yang nyata.
Idris menjelaskan, yang membuat rentan bencana yaitu dalam analisis biologinya, Sulbar memang daerah yang mana di dalamnya banyak peluang-peluang kejadian alam. Salah satunya gempa bumi, karena daerah Sulbar berada pas di sesar, bahkan bukan hanya di sesarnya tetapi di ujung-ujung sesarnya yang terus berkembang.
Melalui kesempatan itu, Idris menekankan, bahwa sebelum bicara tentang sarana dan prasarana, yang harus dibicarakan terlebih dahulu adalah penyebabnya.
“Jangan dulu berbicara sarana dan prasarana, yang harus dibicarakan tentang penyebabnya pekerjaan terlebih dahulu. Kita harus memikirkan bagaimana caranya masyarakat Sulbar lebih peduli terhadap dampak-dampak yang ditimbulkan oleh kejadian-kejadian alam, karena di negara-negara lain social safetynya lebih hidup,” kata Idris.
Disampaikan pula, mengenai pendekatan-pendekatan infrastruktur dan aspek kesehatan yang terdampak gempa dianggap sudah ada ilmunya, sehingga data-data tetap diperbaiki.
“Berdasarkan data indeks resiko bencana, Majene merupakan urutan kedua tertinggi setelah Maluku Utara untuk sektor kabupaten dari 514 kabupaten di Indonesia,” ungkapnya.
Dari seluruh pembentuk resiko, Idris menekankan terkait aspek darurat pemerintah. Seperti faktor alam dan faktor non alam yang mana pemerintahan di dalamnya meliputi insitusi kelembagaan, konsitusi atau kebijakan-kebijakan yang ada, dan perspektif SDMnya yang perlu ditumbuh suburkan.
“Saya berharap banyak bahwa kedepan Sulbar ini tidak lagi terdapat bencana, dan khusus mengenai saran dan prasarana konstruksi dan rehabilitasi saya berharap betul khusus untuk Mamuju, Majene dan Mamasa yang terdampak gempa kemarin dapat terselesaikan dengan baik,” tutupnya. (jimmi)