Mamasa, 8enam.com.-Kasus kekerasan terhadap jurnalis di Kabupaten Mamasa baru-baru ini menjadi viral di Media Sosial (Medsos). Sejumlah kecaman dan pendapatpun muncul dari berbagai lembaga, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Garuda Jakarta, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Solidaritas Petani dan Peternak Polman (SPTP) serta Serikat Pengorganisasian Rakyat (SPR) Sulselbar.
Pengurus LBH Garuda Jakarta, Pahrozi, SH, MH, C.LA saat diwawancarai via telpon, Rabu (3/5/2017) menegaskan, Jika merefleksikan Hari Kebebasan Pers yang diperingati tepat 3 Mei 2017, kejadian yang menimpa saudara Risal Tangdira’ba saat meliput dihalaman Aula PKK sangat disesalkan dan memprihatinkan.
Dia berpendapat, Dalam Negara Demokrasi, Peran serta masyarakat dalam pembangunan nasioanal merupakan keharusan sebagai bentuk tanggung jawab moral rakyat dalam ikut serta membangun dan mengisi kemerdekaan sekaligus sebagai kontrol sosial masyarakat terhadap setiap stakeholder dalam Pemerintahan. Pemahamananh teradap konsep Negara demokrasi telah dan harus sudah dipahami oleh Pemangku kebijakan publik.
Lanjutnya, Substansi pemahaman kegiatan pers dalam Negara Demokrasi dapat dipahami dari diktum pertimbangan lahirnya UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai berikut : Bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin.
Bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
Bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar
informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaapers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun.
Bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pahrozi mengatakan, sebagai wujud perlindungan hukum terhadap Wartawan dalam menjalankan tugas profesinya telah ditentukan dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi, Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan
yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
bahwa ketentuan pasal 4 ayat 2 berbunyi Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Ketentuan pasal 4 ayat 3 Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Ia juga menerangkan, Maka sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap wartawan yang mengalami atau menjadi korban sewaktu menjalankan profesi, misalnya terhalang haknya secara melawan hukum untuk mencari, memperoleh informasi , secara yuridis telah sepatutnya melaporkan peristiwa pidana/delik Pers Junto Pasal Penganiayaan yang ditentukan dalam pasal 351 KUHP kepada Kepolisian RI.
Ia berharap, laporan yang telah dilakukan saudara Risal Tangdiraba segera ditindaklanjuti. agar masyarakat benar-benar memahami tugas dan fungsi jurnalis.
Sedangkan Pengurus SPTP, Samsul mengungkapkan, Sangat mengutuk keras tindakan refresif terhadap jurnalis, di Mamasa, Risal Tangdiraba.
“Hal ini sangat disayangkan dimana jurnalis seharusnya di lindungi dalam menjalankan tugasnya dalam peliputan untuk menyebarkanluaskan informasi kepada masyarakat,” ujarnya
SPTP mendesak kepada Kapolres Mamasa dan jajaran Polda Sulbar untuk mengusut tuntas pelaku tindak kekerasan terhadap jurnalis.
Hal yang sama juga diungkapkan Koordinator Wilayah (Korwil) Sulawesi, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Johnson, Pihaknya sangat menyesalkan adanya kekerasan terhadap jurnalis terjadi. Masyarakat harus memahami bahwa wartawan adalah suatu profesi yang berkerja dengan Undang-undang.
“Jika pencari dan penyalur informasi dihalangi beberapa oknum berarti mereka telah mencoba mengganggu demokrasi,”kuncinya.
Sedangkan Sekertaris Cabang GMKI Mamasa, Oktovianus mengatakan, Pihaknya sangat menyesalkan praktek premanisme yang seolah-olah menghalangi wartawan saat meliput sehingga, respon Kapolres Mamasa bersama jajarannya sangat diapresiasi dan semoga pelaku segera diamankan.
Sekertaris Jenderal (Sekjen) SPR, Nining Erlina Fitri dan Koordinator Simpul SPR Wilayah Sulselbar, Yertin Ratu, SH dalam pernyataannya, juga mengutuk keras kekerasan yang terjadi terhadap Risal Tangdira’ba dan mendesak pihak kepolisian untuk menangkap pelaku serta meminta Bupati Mamasa memberikan sanksi bagi oknum PNS yang menjadi pelaku. (Sem/Pan)