Oleh Sri Mulyani (Statistisi pada BPS Provinsi Sulawesi Barat)
Sebentar lagi kita akan meninggalkan tahun 2022 dan menuju tahun 2023. Tidak terasa pemilu semakin dekat. Pemilu merupakan bagian integral dalam negara demokratis, sebuah conditio sine qua non karena tanpa hadirnya maka negara dianggap menanggalkan demokrasi. Sesuai tanggal yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum, bahwa hajatan besar rakyat Indonesia ini akan digelar pada awal tahun 2024. Peristiwa besar yang akan menentukan arah kepemimpinan dan keterwakilan rakyat Indonesia selama lima tahun berikutnya.
Berbicara tentang ukuran demokrasi, tentunya perlu suatu ukuran dalam menilainya. Pemerintah Indonesia melakukan pengukuran terhadap demokrasi secara berkala dengan merilis Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) setiap tahun sejak 2009. Namun pada tahun 2021, IDI dihitung dengan menggunakan metode baru yang mencakup tiga aspek, yaitu kebebasan, kesetaraan, dan kapasitas lembaga demokrasi, yang terbentuk dari 22 indikator. IDI merupakan ukuran untuk memotret kualitas perilaku demokrasi pemerintah dan masyarakat di sebuah wilayah sehingga dapat dibandingkan antar wilayah di Indonesia. IDI menghasilkan skor yang merujuk pada tiga kategori, yaitu rendah (nilai indeks kurang dari 60), sedang (nilai indeks 60-80), dan tinggi (nilai indeks di atas 80).
Bagaimana tingkat demokrasi di Sulawesi Barat dibandingkan provinsi lain di Indonesia?
Beberapa saat yang lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Barat telah merilis Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia di Provinsi Sulawesi Barat 2021. IDI Sulawesi Barat pada tahun 2021 sebesar 71,30, lebih rendah jika dibandingkan rata-rata IDI Provinsi yang sebesar 76,80. Jika dibandingkan 33 provinsi lainnya di Indonesia, Sulawesi Barat menempati urutan ke-30, melampaui empat provinsi, yaitu Maluku Utara, Papua Barat, Maluku, dan Papua dan jika dibandingkan di kawasan regional Pulau Sulawesi, tingkat demokrasi Sulawesi Barat memiliki nilai IDI paling kecil.
Bagaimana meningkatkan nilai IDI pada tahun 2022 agar kita dapat lebih meningkat lagi peringkatnya dibandingkan provinsi lain? Tentunya kita harus melihat kembali nilai indeks penyusunnya. IDI disusun dari tiga aspek dan 22 indikator. Tiga aspek penyusun IDI, yaitu aspek kebebasan, aspek kesetaraan, dan aspek kapasitas lembaga demokrasi, hanya aspek kesetaraan yang nilainya berada pada kategori baik, sedangkan kedua aspek lainnya hanya berada pada aspek sedang. Sedangkan indikator yang memiliki nilai kategori “rendah” ada lima, salah satunya adalah indikator kaderisasi dan pendidikan politik yang dilaksanakan partai politik.
Berdasarkan data yang dirilis BPS Provinsi Sulawesi Barat, nilai indikator kaderisasi dan pendidikan politik yang dilaksanakan partai politik hanya mencapai nilai 10,00 dari rentang nilai 0-100. Suatu angka yang menggelitik bagi kita semua mengingat seluruh partai politik yang memiliki kursi di DPRD Provinsi Sulawesi Barat mendapatkan bantuan keuangan politik dari Pemerintah Daerah. Kondisi ini menggambarkan minimnya kegiatan kaderisasi dan pendidikan politik yang dilaksanakan oleh partai politik pada tahun 2021. Seharusnya bantuan politik (banpol) yang diberikan oleh pemerintah daerah dimaksimalkan untuk kegiatan kaderisasi dan pendidikan politik. Rendahnya nilai indikator ini bisa jadi banpol lebih banyak digunakan untuk kegiatan konsolidasi ataupun rapat-rapat internal parpol. Padahal, pengejawantahan atau perwujudan Visi Indonesia Maju sangat ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) unggul di semua bidang, termasuk bidang politik. Hal ini mengingat sistem dan mekanisme demokrasi di Indonesia menempatkan kader dan representasi partai politik untuk mengisi berbagai posisi penting dalam pemerintahan.
Menurut Wakil Presiden Republik Indonesia, KH Ma’ruf Amin, kaderisasi dalam partai politik sangat penting dan menentukan kualitas SDM yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi upaya bersama segenap elemen bangsa dalam mencapai Indonesia Maju. Jika kegiatan parpol masih berkutat pada kegiatan konsolidasi dan rapat internal serta kurang melaksanakan kaderisasi dan pendidikan politik, bukan tidak mungkin ketika nanti kita akan mendapatkan banyak calon legislatif (caleg) yang berasal dari eksternal partai yang belum banyak mendapatkan pendidikan politik dan kaderisasi partai. Masih ada waktu untuk berbenah. Sebaiknya di tahun 2023 nanti, mesin-mesin partai politik lebih cepat bergerak dengan lebih sering melakukan kaderisasi bagi kader dan pendidikan politik bagi masyarakat pada umumnya. Selain dapat meningkatkan nilai IDI, peningkatan kegiatan kaderisasi dan pendidikan parpol bermanfaat untuk mendapatkan sumber daya manusia yang lebih baik lagi di bidang politik serta masyarakat akan lebih melek politik. (**)