Mamuju, 8enam.com.-Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan yang di launching pada 6 Maret 2019lalu, kasus kekerasan terhadap perempuan tahun 2019 sebesar 406.178 kasus. Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu sebanyak 348.466 kasus. Dan jenis kekerasan terhadap Perempuan yang paling menonjol adalah KDRT/RP (ranah personal) yang mencapai angka 9.637 kasus atau sebesar 71 persen.
Posisi kedua kekerasan terhadap perempuan yaitu di ranah komunitas sebesar 3.915 kasus atau sebesar 28 persen. Dan terakhir kekerasan terhadap perempuan di ranah negara sebayak 16 kasus atau 0,6 persen.
Hal itu diungkapkan olehbDeputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian (PPPA) Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak RI, Vennetia R Dannes dalam acara Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sejak dini yang berlangsung di Hotel Srikandi, Jumat (30/8/2019).
Vennetia menuturkan, kasus KDRT di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2017 sebanyak 132 Kasus di Tahun 2018 sebnayak 49 Kasus dan di tanggal 29 Agustus kemarin sebanyak 11 Kasus.
“Dari data tersebut kiranya berantisipasi bagi Pemprov Sulbar, khususnya Dinas PPPA Sulbar dapat memberikan penanganan serius untuk kasus KDRT agar Provinsi Sulawesi Barat terbebas dari kekerasan,” ujar Vannetia.
Sementara Sekprov Sulbar, Muhammad Idris menyebut, kekerasan terhadap perempuan merupakan kejadian luar biasa yang merusak sendi-sendi utama ketahanan keluarga dan berdampak negatif seperti kasus KDRT personal dan KDRT pelarian.
“Kenapa ada kekerasan dalam berumah tangga? Ialah, akibatnya adalah akses ekonomi dan kesiapan berumah tangga. Kekerasan terhadap perempuan saat ini bukan lagi isu lokal melainkan merupakan isu global ditingkat nasional maupun internasional yang perlu disikapi dan ditindaklanjuti oleh semua pihak,” kata Idris.
Idris juga menyampaikan, untuk menyikapi penegakan masalah KDRT di Sulawesi Barat, pemerintah pusat dan daerah telah berusaha untuk meningkatkan kepedulian terhadap berbagai kelompok-kelompok masyarakat khususnya kelompok perempuan. Untuk itulah, kondisi tersebut tentunya perlu menjadi perhatian bersama.
Masih kata Idris, pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan dan Perlindungan Anak RI , melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan telah mengembangkan strategi Three Ends yaitu akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan anak dan akhiri kesenjangan ekonomi bagi perempuan.
“Kita perlu bergerak bersama dalam penanganan masalah ini dengan melihat data yang ada, maka dengan sendirinya kita dapat meyimpulkan bahwa masalah ini memang serius dan tidak bisa di tangani sekali dua kali, tetapi butuh penanganan secara periodic dengan melibatkan gerakan semesta,” sebut Idris.
Disebutkan, kasus kekerasan yang terjadi di Sulawesi Barat berdasarkan data terlapor sebanyak 45 kasus yang terbagi dalam lima kabupaten. Sedangkan untuk tahun 2019, kasus yang terlapor sebanyak 19 kasus.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Sulbar, Darmawati Ansar menyampaikan, dalam rangka mendorong dan memfasilitasi pelaksanaan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, perlu meningkatkan sebuah kerjasama oleh instansi pemerintah, swasta, maupun masyarakat untuk diadakannya sosialisasi sebagai upaya pencegahan dan pengurangan kekerasan di Sulbar.
Selain Sekprov Sulbar, Muhammad Idris, Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian (PPPA) Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak RI, Vennetia R Dannes, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Sulbar, Darmawati Ansar, juga turut hadir Asisten Deputi PHP, Ali Hasan, para peserta, dan serta Undangan lainnya. (ilham)