Penulis : Sri Andriyani Baso, A.Md.
ASN di BPS Provinsi Sulawesi Barat
Opini.-Perekonomian Sulawesi Barat (Sulbar) bisa dikatakan masih sangat bergantung pada sektor pertanian. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi sektor pertanian terhadap struktur perekonomian (PDRB) di Sulbar yang didominasi oleh pertanian. Sektor pertanian yang terdiri atas pertanian, kehutanan, dan perikanan memberi kontribusi sebesar 43,66 persen pada tahun 2021 lalu.
Sebagaimana data yang dirilis BPS, Sulbar dalam dua triwulan terakhir mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan pada triwulan keempat 2021 sebesar 3,32 persen dan 0,93 persen pada triwulan pertama 2022. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Sulbar triwulan pertama tahun 2022 mencapai 44,18 persen atau meningkat dari triwulan keempat yang sebesar 42,46 persen.
Fenomena Pertanian
Ada kecenderungan kontribusi pertanian terhadap perekonomian mengalami peningkatan sejak pandemi Covid-19. Tercatat kontribusi pertanian pada struktur ekonomi Sulbar pada triwulan pertama 2020 sebesar 42,81 persen, kemudian pada triwulan pertama tahun 2021 meningkat menjadi 43,76 persen, dan triwulan pertama 2022 mencapai 44,18 persen.
Produksi padi yang merupakan potensi pertanian di Sulbar diperkirakan mencapai 311,07 ribu ton pada tahun 2021. Produksi tersebut setara dengan produksi beras sebesar 178,66 ribu ton.
Jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2022 di Sulbar mencapai 694,62 ribu orang. Hampir setengahnya atau tepatnya 46,68 persen pekerjaan utamanya di sektor pertanian. Tingkat kesejahteraan petani bisa dilihat dari nilai tukar petani (NTP) yang mencapai 129,93 pada Maret 2022. Walaupun, NTP tanaman pangan hanya mencapai 102,08.
Kesejahteraan Petani
NTP memberikan gambaran secara makro mengenai kesejahteraan petani. Secara konsep NTP menyatakan tingkat kemampuan tukar atas barang-barang (produk) yang dihasilkan petani di perdesaan terhadap barang/jasa yang dibutuhkan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam proses produksi pertanian.
NTP Sulbar bisa dikatakan cukup bagus. NTP ini harus selalu menjadi perhatian karena meskipun ada pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian, akan kurang berarti jika belum bisa mensejahterakan petani. Pertumbuhan ekonomi berarti hanya dinikmati segelintir orang sedangkan rumah tangga petani sulit untuk bisa meningkatkan taraf hidup.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian pernah mencanangkan tiga pilar peningkatan kesejahteraan petani. Terdiri atas reformasi pertanian, intensifikasi produksi, serta peningkatan akses pasar. Cita-cita yang sangat mulia, sayangnya gemanya kini sudah tidak ada. Program reforma agraria melalui redistribusi tanah, legalisasi aset, dan bantuan pemberdayaan masyarakat berpenghasilan rendah begitu sulit dijalankan.
Intensifikasi produksi dan akses pasar terhadap produk potensi ekspor belum memberikan hasil yang maksimal. Sebut saja sawit yang beberapa tahun terakhir menjadi primadona petani di Sulbar justru mencatatkan harga jual terendah. Padahal, dalam proses produksi cukup besar biaya yang dibutuhkan.
Termasuk padi yang merupakan potensi lain di Sulbar. Para petani sangat terbebani dengan biaya produksi yang meliputi biaya pupuk, bibit, dan jasa. Pupuk yang sudah dari beberapa waktu lalu sudah dibatasi subsidinya oleh pemerintah membuat petani harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkannya.
Upaya mengurangi penggunaan pupuk akan membuat risiko penurunan produktivitas, bahkan gagal panen. Ditambah harga jual yang masih tergolong rendah. Petani tidak bisa mematok harga yang lebih tinggi karena kebutuhan rumah tangga yang harus cepat dipenuhi serta kebutuhan untuk memproduksi kembali.
Melihat permasalahan yang diuraikan di atas, maka kita bisa melihat bahwa beberapa permasalahan dan solusinya. Kontribusi pertanian terhadap perekonomian Sulbar adalah keunggulan tersendiri tetapi harus dibarengi dengan pembagian kue ekonomi yang merata bagi masyarakat. Jangan sampai kue ekonomi hanya dinikmati pemilik industri sawit dari luar Sulbar sedangkan masyarakat Sulbar hanya menjadi pekerja kasar.
Tenaga kerja di sektor pertanian yang cukup besar harus terus didorong untuk berinovasi untuk meningkatkan nilai hasil pertanian. Peranan pemerintah harus lebih terlihat dengan memastikan hasil pertanian bisa terjual dengan harga yang pantas, memberikan akses pasar yang mudah. Biaya produksi pertanian disubsidi utamanya bagi petani dengan kemampuan terbatas untuk meningkatkan NTP.
Yang paling penting yang perlu selalu diperhatikan adalah sikap kejujuran. Pengawasan harus terus ditingkatkan. Jangan sampai para petani dan oknum pelaksana kebijakan melakukan moral hazard. Memainkan proyek bantuan pertanian untuk kepentingan pribadi sendiri atau golongan. Hal inilah yang semakin membuat keberkahan dari hasil pertanian semakin jauh. Bahkan, bisa mendatangkan musibah yang membuat semakin sengsara. (*)