Rabu , Juni 25 2025
Home / Opini / Inflasi Mamuju Tertinggi di Indonesia

Inflasi Mamuju Tertinggi di Indonesia

Oleh : (Dwi Ardian, S.Tr.Stat., S.E., Statistisi di BPS Kabupaten Mamasa)

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Barat telah melakukan rilis data pada tanggal
Senin (1/2/2021). Acara dipimpin oleh Kepala BPS Provinsi Sulbar, Agus Gede Hendrayana
Hermawan, S.E., M.Si.

Ada 3 indikator yang telah dirilis datanya ke publik, yaitu Nilai Tukar Petani (NTP), Tingkat
Penghunian Kamar (TPK), dan Indeks Harga Konsumen atau inflasi. Sebenarnya rilis data yang dilakukan oleh BPS adalah kegiatan rutin yang dilakukan, yang berbeda adalah suasana dalam serba keterbatasan pascagempa M6,2.
NTP Januari 2021 tetap mengalami peningkatan sebesar 1,41 persen dibandingkan Desember 2020 meskipun sebagian wilayah Sulbar terdampak gempa. TPK Desember 2020 juga mengalami peningkatan dari 43,08 persen pada November 2020 menjadi 49,54 persen tetapi
belum ada tamu dari mancanegara yang berkunjung.

Sedangkan IHK, mengalami peningkatan dari 104,05 pada Desember 2020 menjadi 105,54
pada Januari 2021. Atau, inflasi mengalami peningkatan terbesar selama 3 tahun terakhir.

Inflasi Januari 2021 mencapai 1,43 persen. Inflasi tersebut merupakan yang tertinggi di
Indonesia dari 90 kabupaten/kota yang menjadi tempat dilaksanakan survei. Jika dibandingkan dengan Januari 2020 maka inflasi mencapai 3,27 persen.

Berdasarkan hasil Survei Harga Konsumen 90 kota di Indonesia pada bulan Januari 2021,
menunjukkan bahwa 75 kota mengalami inflasi dan 15 kota mengalami deflasi. Inflasi terendah di Balikpapan dan Ambon sebesar 0,02 persen. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Bau-Bau sebesar 0,92 persen dan terendah di Pontianak sebesar 0,01 persen.

Penyebab Inflasi Tinggi

Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang dan jasa meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang.

Inflasi terbesar di Mamuju ini diakibatkan oleh pasokan berbagai kebutuhan yang belum normal pascagempa sejak pertengahan Januari lalu. Pasokan yang belum normal membuat harga-harga mengalami peningkatan drastis.

Kelompok makanan, minuman, dan tembakau merupakan kelompok dengan kontribusi tertinggi inflasi yang mencapai 1,45 persen. Kemudian kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dengan kontribusi 0,02 persen. Sedangkan, kelompok transportasi mengalami deflasi sebesar 0,04 persen. Ada pun kelompok lain tidak terjadi perubahan atau relatif stabil.

Komoditas makanan yang mengalami peningkatan cukup besar adalah ikan, cabai rawit, tempe, dan tahu. Bencana gempa yang terjadi memaksa para nelayan dan pedagang untuk beristirahat dari aktivitasnya. Pasokan yang sedikit tersebutlah yang membuat harganya melambung cukup
tinggi.

Perekonomian di Mamuju yang beberapa hari terakhir mulai bergeliat ditandai dengan banyaknya aktivitas jual beli diyakini akan membuat harga-harga kan kembali normal. Ditambah bantuan yang terus berdatangan akan bisa menekan harga kebutuhan pokok setempat. Yang perlu diperhatikan adalah akses menyalurkan barang karena jika akses masih sulit maka harga akan tetap sama tingginya.

Permasalahan lain yang akan muncul jika inflasi terus tinggi adalah angka kemiskinan di Mamuju dan sekitarnya juga kan meningkat. Kemiskinan dikukur berdasarkan pengeluaran makananan dan nonmakanan. Jika kebutuhan minimal dari makanan dan nonmakanan tersebut itu tidak bisa terpenuhi maka otomatis mereka akan jatuh ke bawah garis kemiskinan.

Oleh karena itu, pemerintah tidak perlu gengsi untuk menerima bantuan dari berbagai pihak di seluruh Indonesia. Paling tidak sampai masyarakat benar-benar aman dan bisa menempati tempat tinggal mereka setelah diperbaiki dengan bantuan pemerintah pusat. Pemerintah daerah harusnya memfasilitasi dengan baik para dermawan untuk menyalurkan bantuan. Yang tentunya tidak hanya menerima bantuan tetapi distribusi bantuan kepada yang berhak menerima bisa tersampaikan dengan baik. Bantuan banyak tetapi tidak terdistribusi dengan baik maka sama saja bagi masyarakat.

Bantuan yang diberitakan oleh berbagai media yang luar biasa melimpah dari berbagai pelosok negeri tidak bisa dirasakan karena penyaluran yang terhambat.

Tidak ada salahnya pemerintah daerah kembali mendata tempat-tempat terdampak yang akses transportasi sulit dijangkau dan meminta bantuan kepada pemerintah pusat dan relawan untuk mempercepat membuka akses untuk memperlancar penyaluran bantuan. Sekali lagi tidak perlu
gengsi. Gengsi hanya akan menambah penderitaan masyarakat. (*)

Check Also

Mengurai Tantangan Pengangguran di Polewali Mandar : Solusi untuk Masa Depan yang Inklusif

Oleh : Evi Arianti, SST Statistisi BPS Kabupaten Polewali Mandar Pengangguran menjadi salah satu tantangan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *