Mamuju, 8enam.com.-Menyikapi aksi mogok kerja sejumlah dokter Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Regional Provinsi Sulbar beberapa waktu lalu, Ombudsman Perwakilan Sulbar meminta dengan tegas, agar pelayanan yang tidak berkaitan langsung dengan keluhan para dokter agar tetap dibuka salah satunya bagian pelayanan gawat daurat.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sulbar, Lukman Umar mengatakan, dalam kondisi seperti ini harus bijak dan bisa membuka mata melihat tuntutan para dokter yang melakukan mogok kerja, sebab aksi ini murni karena tuntutan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien.
Meski demikian, lanjutnya, selaku pengawas pelayanan Publik, Secara kelembagaan Ombudsman RI Sulbar meminta dengan tegas, agar pelayanan yang tidak berkaitan langsung dengan keluhan para dokter agar tetap dibuka salah satunya bagian pelayanan gawat daurat.
“Bisa kita bayangkan, jika fasilitas penjunjang seperti Laboratorium, Radiologi dan alat serta prasarana ruang operasi yang tidak memadai bahkan tidak standar, ini sangat miris jika melihat antusias mayarakat dengan berbagai diagnosa penyakit datang berobat ke RUSD Regional. Sehingga kami berharap ada upaya tanggap dari pemerintah provinsi sulbar untuk meredam masalah ini,” Terang Lukman, Senin (9/10/17)
Lanjutnya lagi, Ombudsman RI Sulbar sesuai kewenangannya akan melakukan proses tindaklanjut atas kejadian ini, sebab kasus ini tidak boleh berlarut.
“Kami juga berharap aksi mogok kerja para dokter ini, bisa menjadi bahan evaluasi untuk melakukan perbaikan manajemen Rumah Sakit Regional kedepan,” Ujarnya
Sebagai langkah awal, dalam waktu dekat Ombudsman RI Sulbar akan melakukan pemanggilan untuk proses Klarifikasi kesejumlah pihak, diantaranya Manajemen Rumah Sakit, Komite Medik dan Pihak terkait lainnya.
Sebelumnya, sejumlah dokter spesialis RSUD Provinsi Sulbar melakukan mogok kerja sebagai bentuk tuntutan kurangnya fasilitas yang disediakan oleh pihak Pemerintah Provinsi Sulbar, Mereka menilai kondisi rumah RSUD Regional tidak standar dan beresiko untuk pasien karena Bahan Habis Pakai (BHP) penunjang tidak optimal. (Humas Ombudsman Sulbar/edo )