Mamuju, 8enam.com.-Tenaga medis yang berada di garda terdepan yang berinteraksi langsung dengan pasien positif terjangkit virus Corona Covid-19, dihadapkan pada tingginya risiko terpapar pandemi tersebut.
Namun hal itu tidak menyurutkan semangat tenaga medis merawat dan memberikan dukungan moril pada pasien. Mereka tetap berjibaku di dalam ruang isolasi.
Ernawanty. AR, seorang perawat pasien covid-19 di RS Regional Sulbar menuturkan kisah suka dan dukanya menjadi seorang perawat pasien yang terjangkit covid-19.
Meski asa rasa takut dan was-was, namun demi kemanusiaan Ernawanty memberanikan dirinya menjadi tim medis penanganan pasien isolasi covid-19.
“Meskipun kami terkadang diselimuti rasa takut dan was-was, tapi kami senang merawat pasien yang terjangkit covid-19, karena kami merasa kamilah satu satunya keluarga mereka, orang yang mereka butuhkan,” kata Ernawanty menuturkan kisah sukanya menjadi perwat pasien yang terjangkit covid-19.
“Dengan teman perawat lain, kami juga seperti saudara sendri, saling support saat teman-teman diruangan lain jaga jarak degan kami, itu sukanya,” sambung Ernawanty
Ernawanty juga menuturkan dukanya menjadi perwat pasien yang terjangkit covid-19, dimana dijauhi semua orang, teman, keluarga, tetangga kecuali suami dan anak-anak.
“Diluar sana, mereka menganggap kami sengaja menahan pasien karena nominal-nominal insentif yang mereka pikirkan, mereka tidak pernah berpikir dan besyukur keluarga mereka kami rawat baik-baik, pasien covid kami rawat, bagaimana jika tidak ada yang merawat mereka dan kalian semua terinfeksi?. Belajarlah menghargai jerih payah dan ketulusan kami, janganlah akal sehat kalian tertutupi oleh nilai insentif kami yang sampai hari inipun, kami belum tau memang ada atau tidak insentif itu,” ungkap Ernawanty.
“Kadang bukan hanya caci maki yang kami dapatkan dari keluarga pasien, tapi juga ancaman, walaupun begitu kami tidak peduli, terserah kalian mau maki kami sampai capekpun silahkan, kami hanya ingin merawat keluarga kalian, teman kalian,saudara, tetangga sampai sembuh dan kembali ketengah keluarga kalian itu,” ucap Ernawanty.
Selain itu Ernawanty juga beberkan dampak ekonomi kehidupan keluarga tenaga medis. Menjadi tenaga medis sangat berdampak terutama ibu-ibu perawat, seperti dirinya, anak kurang kasih sayang, walaupun dititipkan dikeluarga, pengeluaran menjadi lebih besar karena harus menyewa pengasuh. Rindu anak dan keluarga pasti dan setiap kali vc anak pasti nangis suruh pulang.
“Bila libur dan dapat ijin pulang liat anak, diliati tetangga seakan-akan kami terinfeksi virus, bukan cuma tetangga yang begitu, keluarga dan teman-teman diruangan lain juga menjauhi kami. intinya ruang gerak kami terbatas. Kami yang punya anak balita, karena tidak pulang selama pandemi ini, anak-anak kami tidak mengenali wajah kami lagi,” bebernya.
Dilingkungan sekitar lanjutnya, baru muncul sudah diteriaki ‘virus..!’ kadang dibawa bercanda tapi kami tau dan ngerti serta memaklumi, wajar mereka bersikap seperti itu.
“Jujur kami sudah swab, tapi kami juga was-was jika pulang kermah. takut virus itu ikut tanpa disengaja. Tapi rindu itu Berat,” tulis Ernawanty Via akun WhatsAppnya Jum’at (19/6/2020).
Tak sampai di situ alumni Universitas Indonesi Timur (UIT) makassar 2008 silam jurusan kebidanan ini mengaku, ada rasa khawatir saat dirinya daftar menjadi tim medis pasien covid-19.
“Khawatirlah, tapi karena tidak ada yang mau daftar karena alasan takut dan dilarang kluarga, akhirnya saya maju demi kemanusiaan. Malam daftar besok subuh langsung ada absen, karena pasien sudah ada. Pulang rumah langsung disuruh mandi lagi, padahal sudah mandi dan keramas waktu mau pulang kerumah. Terus disuruh jagan lama-lama dirumah jangan terlalu dekat degan anak-anak,” ungkapnya.
“Intinya kami bangga menjadi garda terdepan yang berinteraksi langsung dengan pasien yang terjangkit covid-19, meskipun lebih banyak dukanya daripada sukanya,” tutupnya. (edo)