(Anindrasari – Statistisi BPS Provinsi Sulawesi Barat)
Menteri Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) pernah menyampaikan bahwa berdasarkan laporan Bank Dunia, 54 persen penduduk usia produktif Indonesia pernah mengalami stunting di masa pertumbuhan. Hal itu membuat penduduk usia produktif akan kesulitan untuk berkompetisi di ranah global karena memiliki keterbatasan tingkat kecerdasan dan produktivitas. Sehingga, menjadi tantangan utama untuk memetik bonus demografi.
Bonus demografi dapat dipetik manfaatnya jika penduduk usia produktif berkualitas. Saat ini Indonesia sedang memasuki fase bonus demografi yang ditandai dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) melebihi jumlah penduduk usia nonproduktif.
Puncak bonus demografi di Sulawesi Barat diperkirakan terjadi pada tahun 2030 di mana angka ketergantungan akan mencapai titik terendah yakni 47,30 persen. Balita saat ini merupakan penduduk usia produktif pada tahun tersebut. Balita yang sehat merupakan syarat inti dari keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Salah satu permasalahan kesehatan balita yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah stunting. Stunting berisiko menghambat pertumbuhan fisik dan kerentanan anak terhadap penyakit, juga menghambat perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan produktivitas anak di masa depan.
Kementerian Kesehatan merilis perkembangan prevalensi stunting menunjukan tren penurunan. Pada tahun 2019, angka stunting di Indonesia mencapai 27,7 persen, tahun 2021 turun 3,3 poin sebesar 24,4 persen, dan turun lagi menjadi 21,4 persen pada tahun 2022. Angka prevalensi stunting di Sulawesi Barat mencapai 33,8 persen pada 2021.
Hal ini tentunya menambah beban tantangan bonus demografi. WHO menegaskan bahwa standar maksimal prevalensi stunting adalah 20 persen. Jika prevalensi stunting di atas 20 persen, maka termasuk dalam masalah kesehatan yang kronis dan perlu penanganan yang cepat untuk mengatasinya.
Penanganan Stunting
Pemerintah memiliki komitmen terhadap penanganan stunting di Indonesia dengan penetapan stunting sebagai salah satu prioritas dalam program pembangunan nasional. Pemerintah menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada RPJMN 2020-2024. Pemerintah mencanangkan penanganan stunting melalui dua kerangka besar intervensi yaitu intervensi gizi fisik dan intervensi gizi spesifik.
Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS) merupakan sebuah instrumen khusus yang digunakan untuk mengukur sejauh mana cakupan intervensi-intervensi terhadap rumah tangga sasaran. Ada 6 dimensi penyusun IKPS yaitu dimensi kesehatan, gizi, perumahan, pangan, pendidikan, dan perlindungan sosial.
Capaian IKPS Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2020 (65,0) berada tipis dari capaian nasional (67,3) atau menempati peringkat ke-16 dari 34 provinsi. Dalam periode 2019-2020 sebanyak 27 dari 34 provinsi berhasil meningkatkan IKPS, sayangnya Sulawesi Barat menurun satu poin.
Salah satu indikator penyusun IKPS adalah Pemberian Imunisasi lengkap. Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, imunisasi merupakan suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memasukkan vaksin, yaitu virus atau bakteri yang sudah dilemahkan, dibunuh, atau bagian-bagian dari virus tersebut telah dimodifikasi.
Pada 1.000 hari pertama kehidupan, anak memiliki risiko yang cukup signifikan untuk terinfeksi penyakit apabila asupan gizi yang didapat tidak memadai. Infeksi berulang pada anak dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak yang dapat mengakibatkan stunting. Anak dengan status imunisasi belum tuntas lebih berisiko untuk mengalami stunting dibandingkan anak dengan status imunisasi lengkap. Vaksinasi berperan dalam menurunkan angka kematian anak, anak yang mendapat vaksinasi memiliki risiko yang lebih rendah untuk mengalami stunting.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021, persentase anak usia 12-23 bulan (baduta) di Provinsi Sulawesi Barat yang telah mendapatkan imunisasi lengkap pada periode tahun 2021 mencapai 56,38 persen. Angka ini meningkat 6,28 persen dibandingkan tahun 2020.
Ancaman berbagai penyakit berbahaya tanpa Imunisasi sangat nyata adanya, terutama sejak munculnya pandemi Covid-19, yang membuat berbagai kegiatan dan mobilitas masyarakat terpaksa harus dibatasi, demi menghambat penyebaran virus yang menjangkiti pernafasan manusia tersebut. Akibat wabah yang mendunia telah berimbas pada penurunan cakupan imunisasi bagi anak yang nyaris tidak terlaksanakan dengan baik. Ketakutan dengan wabah tersebut berdampak banyak keluarga yang mengabaikan program imunisasi bagi anaknya.
Padahal dengan imunisasi yang lengkap bisa menjadikan anak kebal terhadap penyakit tertentu sehingga tumbuh kembang tidak terganggu.
Oleh karena itu pemerintah perlu melakukan pencegahan dan intervensi pemberian gizi pada anak untuk menurunkan angka kejadian stunting di masa depan. Pemerintah perlu mengambil tindakan yang tepat untuk meningkatkan jumlah cakupan anak yang diimunisasi secara lengkap sebagai salah satu langkah untuk menurunkan angka kejadian stunting. Edukasi mengenai pentingnya imunisasi masih harus terus digalakkan. Sebab, hingga saat ini masih ada masyarakat yang tidak percaya dengan manfaat imunisasi bagi kesehatan anak. Dengan pemberian imunisasi dasar lengkap, artinya orang tua juga memberikan kesempatan kepada anak untuk tumbuh dan berkembang hingga dewasa.