Mateng, 8enam.com.-Untuk mengantisipasi berkembangnya isu SARA, Hoax dan Intoleransi di Indonesia khususnya di Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng), diperlukan kesadaran dari semua pihak untuk bisa hidup berdampingan.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Kantor Kenterian Agama Kabuoaten Mateng, H. Mahmuddin dalam dialog publik yang digelar oleh Dewan Pemuda Mamuju Tengah di cafe Ogi Kecamatan Tobadak Kabupaten Mateng, Kamis (29/8/2019) malam.
Dialog Publik tersebut memgangkat tema “Mencegah Berkembangnya Isu SARA, Hoax dan Intoleransi dalam Bingkai Keberagaman di Mamuju Tengah” yang dihadiri sekaligus sebagai narasumber, Kepala Kantor Kemenag Mateng, H. Mahmuddin, Sekertaris Diskominfo Mateng, Miharsa Chandra, Tokoh Pemuda Mateng, Eka Ali Akbar, Ketua Deean Pemuda Mamuju Tengah, Nasrullah, Ketua Cabang PMII Mateng, Haidir, perwakilan dari OKP Forum Diskusi Mahasiswa Topoyo (FDMT), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Mateng, guru dan siswa dari SMAN 2 Topoyo dan SMAN 1 Tobadak, serta para pemuda.
Ketua Dewan Pemuda Mamuju Tengah mengatakan, dialog publij ini diselenggarakan atas dasar inisiatif pemuda melihat kondisi Indonesia saat ini yang sedang berduka, khususnya di Papua yang mana isu Rasis berkembang dengan masif.
Dia katakan, persoalan-persoalan konflik sosial yang berkembang tersebut tidak menutup kemungkinan juga bisa masuk di Kabupaten Mateng, sehingga perlu adanya antisipasi dari semua pihak.
“Isu SARA yang berkembang saat ini jika tidak dicegah sejak dini, maka akan menjadi permasalahan yang berbuntut panjang. Oleh karena itu semua pihak perlu memberikan kontrol dalam setiap kebijakan yang berkaitan dengan SARA, Hoax dan Intoleransi,” kata Nasrullah.
Terkait tema dialog, Miharsa Chandra pihaknya fokus pada isu Hoax. Berbicara tentang Hoax, merupakan sebuah berita bohong yang seolah-olah nyata dan biasanya penyebarannya lewat media online. Dampak dari Hoax sendiri sangat banyak salah satunya miskomunikasi yang menyebabkan kekacauan di tengah masyarakat.
“Semua tentu tau, sebagian besar permasalahan yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini selalu dikaitkan dengan isu Hoax yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, sebelum menyebarkan sebuah berita, cek dahulu kevalidannya dan jangan juga mudah menerima mentah-mentah berita yang datang dari luar,” ujar Miharsa.
Olehnya itu, Miharsa mengajak agar jangan mudah menyebarkan isu yang belum tentu kebenarannya, saring dahulu dan gunakan internet dengan bijak, karena peribahasa saat ini yang berkembang bahwa jarimu adalah harimaumu.
Sementara Kepala Kantor Kemenag Mateng, H. Mahmuddin mengatakan, Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman agama, suku dan ras, ini yang harus dijaga bersama. Tidak ada satupun ajaran agama di Indonesia ini yang membenarkan perkembangan isu SARA, Hoax dan Intoleransi. Perbedaan yang ada saat ini sudah menjadi sunatullah, jadi mari pelihara perbedaan ini untuk tetap utuh dalam bingkai NKRI.
“Untuk mengantisipasi berkembangnya isu SARA, Hoax dan Intoleransi di Indonesia khususnya di Kabupaten Mateng, perlu kesadaran dari semua pihak untuk bisa hidup berdampingan. Rakyat Indonesia perlu banyak bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa, karena di negara ini semua umat bisa hidup berdampingan dalam perbedaan yang ada,” ungkap Mahmuddin.
Bahkan Pihak Kemenag Mateng menyarankan kepada seluruh Ponpes yang ada di Mateng untuk memasang simbol Pancasila, foto Presiden dan Wapres serta bendera Merah Putih sebagai bentuk cinta tanah air. Jika ditemukan ada ponpes yang tidak melakukan hal tersebut maka bantuan pemerintah kepada Ponpes tersebut akan dicabut.
“Mengatasi SARA, Hoax dan Intoleransi ada 6 cara, yang pertama sebagai umat beragama mari sama-sama berdoa, Kedua mengendalikan emosi, Ketiga jangan lagi menyebut orang lain dengan julukan berdasarkan SARA, Keempat jangan menghakimi dan berpikir negatif tentang suku agama dan ras, Kelima jangan memaksakan kehendak pada orang lain serta Keenam mari sama-sama saling menghormati dan menyayangi,” kata Mahmuddin.
Menurut Eka Ali Akbar, Berbicara soal isu SARA, Hoax dan Intoleransi, semua hal tersebut muaranya pada konflik sosial. Perlu diketahui, yang menjadi rating tertinggi atas terjadinya konflik di seluruh dunia ada 3, yang pertama yakni terkait keyakinan, yang kedua yakni terkait tanah (sengketa lahan) dan yang ketiga terkait kekuasaan.
“Tidak ada yang pernah menduga bahwa kejadian konflik dapat dengan cepat berkembang, hal tersebut jika tidak dikanalisasi atau di kontrol oleh pemerintah maka akan cepat menjadi masalah yang besar. Saat ini, tidak ada wilayah di Indonesia yang tidak berpotensi terjadi konflik, oleh karena itu perlu adanya peran Pemerintah dan masyarakat dalam menjalin komunikasi yang baik,” ujar Eka.
Eka mengajak semua pihak untuk dapat menjaga perbedaan yang ada di negara ini, khususnya di Kabupaten Mateng yang mana telah diikat dalam semboyan Lalla Tasissara yang memiliki arti berbeda namun tetap sama.
“Bhinneka Tunggal Ika harus ditegakkan mulai dari diri sendiri,” pungkasnya. (one/Ra)