Jumat , Desember 13 2024
Home / Artikel / Menggali Penyebab Utama Kemiskinan di Mamasa

Menggali Penyebab Utama Kemiskinan di Mamasa

Penulis : Serly, S.E.
Koordinator Fungsi Distribusi Kabupaten Mamasa

Miskin, adalah sebuah kata yang orang-orang berupaya untuk tidak tergolong di dalamnya, mengapa demikian? Sebab kemiskinan merupakan suatu momok yang menakutkan dalam peradaban kehidupan manusia. Oleh karena itu lepas dari garis kemiskinan merupakan impian setiap orang dan misi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.

Kabupaten Mamasa yang terbentuk sejak tahun 2002 terus bergeliat untuk menekan garis kemiskinan dari tahun ketahun, menurut data BPS yang dirilis dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional dari tahun 2013-2020 persentase penduduk miskin di Kabupaten Mamasa tertinggi di tahun 2015 sebesar 14,71 persen. Persentase kemiskinan Mamasa yang berfluktuasi menggambarkan bahwa masyarakat Mamasa relatif susah untuk benar-benar keluar dari garis kemiskinan.

Pekerjaan

Membicarakan mengenai kemiskinan berarti kita harus membahas mengenai pendapatan. Pendapatan masyarakat tentu terkait dengan bidang pekerjaannya. Pengangguran di Mamasa memang relatif tidak terlalu tinggi yang mencapai 3,67 persen, sayangnya penduduk yang bekerja hanya di sektor informal. Kemiskinan di Mamasa diperkirakan sangat dipengaruhi oleh pekerjaan masyarakat yang mayoritas bekerja di sektor informal.

Para ahli mendefinisikan pekerja di sektor informal adalah mereka yang pendapatan tidak menentu, tidak dapat jaminan dari pemerintah, tidak punya akses bantuan, atau ada akses bantuan tetapi tidak bisa membuat sektor itu mandiri. Sangat rawan terhadap gejolak perekonomian. Makanya semakin besar masyarakat bekerja di sektor informal maka semakin besar pula tingkat kemiskinannya.

Pekerja di sektor informal di Mamasa pada tahun 2020 mencapai lebih dari 81 persen. Hal yang menggambarkan betapa Mamasa masih sangat tidak terjamin pendapatannya. Dari sektor informal pun masih sangat didominasi sektor pertanian yang pertanian Mamasa masih sangat jauh dari kata sejahtera. Hampir 70 persen masyarakat bekerja di sektor pertanian.

Struktur usaha pertanian masyarakat seperti pertanian tanaman padi, perkebunan kopi dan kakao, serta ternak kecil (babi, ayam dan lainnya). Semua subsektor tersebut tentu sangat tidak menjajnjikan dari sisi pendapatan, bahkan tidak jarang pengeluaran untuk proses produksi lebih banyak dari pada pendapatan.

Perlu juga diketahui bahwa pengangguran di Mamasa didominasi oleh pengangguran terdidik, yakni SMA ke atas. Jumlahnya mencapai 69 persen dari total pengangguran. Sebaliknya yang bekerja mayoritas dari mereka yang pendidikannya SMP ke bawah. Tercatat pada 2020 62 persen lebih penduduk yang bekerja adalah mereka yang maksimal tamatan SMP. Hal ini yang menambah beban bagi Mamasa. Pendidikan yang rendah membuat mereka menrima berapa saja upah yang diberikan. Tentu jauh dari upah minimum.

Menggenjot Pendapatan

Tentunya keluar dari garis kemiskinan merupakan harapan dari Pemerintah Kabupaten Mamasa dalam rangka mewujudkan Mamasa yang Maju, Mandiri, dan Bermartabat. Untuk mencapai itu harus dirumuskan dengan kesungguhan hati.

Tentu saja pendapatan masyarakat akan meningkat jika pemerintah berhasil menciptakan lapangan pekerjaan sektor formal. Mungkin ini adalah PR jangka panjang pemerintah yang memang tidak bisa dilaksanakan secepat kilat. Oleh karena itu, pemerintah harus memanfaatkan sektor yang bisa didukung. Kontribusi sektor pertanian begitu besar sehingga pemerintah harus memperhatikannya.

Pemerintah harus terus berupaya memberikan bantuan yang memudahkan para petani mengakses faktor produksi seperti pupuk dan sebagainya. Sedangkan dari sisi produksi, pemerintah harus hadir memberikan pendampingan sehingga hasil pertanian bisa bernilai tinggi yang tentu akan mendongkrak hasil pertanian. Saat ini yang terjadi adalah petani banyak membayar faktor produksi tetapi relatif sedikit menerima hasil produksi. Nilai tukar petani masih rendah.

Para penganggur yang kebanyakan adalah pendidikan tinggi, yakni minimal SMA harus diperhatikan. Mereka menganggur karena dari sisi pendapatan tidak menjamin kebutuhan hidup mereka. Di sisi lain ada faktor gengsi ketika sudah berpendidikan tinggi tetapi masih harus kerja sebagai petani atau serabutan.

Ini tentu menjadi tugas kita bersama bagaimana memberikan dorongan bagi mereka agar tidak hanya berharap disediakan lapangan pekerjaan tetapi juga tidak gengsi untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Meskipun itu dianggap tidak populer. (*)

Check Also

Mari Berpilkada dengan Riang Gembira

Oleh: Suhardi Duka Rabu, 27 November 2024 akan jadi momentum besar bagi masyarakat Sulawesi Barat …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *