Mateng, 8enam.com.-Informasi terkait vaksin Measles Rubella (MR) yang harus memmiliki sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) menuai beragam tanggapan, tak terkecuali Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng), Setya Bero.
Ditemui usai upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdwkaan RI ke 73, Jum’at (17/8/2018) lalu Setya Bero menuturkan, Untuk imunisasi, tahun 2016 secara umum ada fatwa MUI boleh diberlakukan. Untuk vaksin MR ini, pertama ada surat MUI untuk melampirkan dukungan terhadap kegiatan ini. Kemudian poin dalam fatwa itu adalah supaya dilakukan sertifikasi halal.
Menyikapi itu kata Setya Bero, telah dikakukan di daerah Jawa dan kedua di luar Jawa, maka timbullah sebagian masyarakat yang menanyakan tentang lebel halal dari vaksin tersebut.
“Maka pada tanggal 6 Agustus 2018, Kemenkes dengan MUI duduk bersama dan menghasilkan beberapa poin yang harus dilaksanakan. Itu ditindaklanjuti oleh edaran Kemenkes terhadap Bupati/Wali Kota di seluruh indonesia,” ujar Setya Bero.
Poin pertama adalah, agar vaksin MR ini di sosialisasikan. Kedua, tetap dilaksanakan secara profesional. Ketiga, bagi masyarakat yang mempermasalahkan kehalalanya, maka diberi waktu untuk menunggu fatwa MUI tentang lebel halal. Keempat, bagi yang mempermasalahkan kehalalan diberikan kesempatan sampai akhir Bulan September 2018 sampai keluar fatwa MUI tersebut.
“Jadi di Kabupaten Mateng itu, jalan saja dulu. Yang tidak mempermasalahkan itu, kita laksanakan imunisasi. Kalau ada yang mau sampai fatwa MUI itu keluar, kita tunggu,” terangnya.
Sebenarnya lanjutnya, campak dan rubella itu, penyakit yang sudah dilakukan vaksin sudah cukup lama. Memang ada gejalanya seperti demam, batuk, timbul ruang-ruang merah dan ditularkan melalui udara atau pernapasan. Tetapi ada gejala atau efek samping atau gejala penyerta yang jika tidak ditangani dengan baik, bisa menimbulkan infeksi pada paru-paru, otak dan bisa menimbulkan kematian.
“Untuk Rubella sendiri, menyerupai juga daripada campak dengan gejala, demam, batuk pilek tetapi dia mempunyai dampak yang lebih berbahaya jika tidak segera ditangani. Karena bisa infeksi pada wanita muda, usia hamil muda semeter pertama seperti, anak lahir cacat, idiot, keterbelakangan mental, kebutaan dan tuli,” urainya.
“Campak dan Rubella tidak ada obatnya, yang ada adalah pencegahan,” sambungnya
Dia menuturkan, dibulan Oktober 2018 nanti ada program pemerintah. Imunisasi Campak itu hilang, diganti menjadi imunisasi MR. MR ini sudah gabungan antara campak dan Rubella.
“Pada dasarnya kita sekarang tetap melakukan sosialisasi itu. Tapi bagi masyarakat yang masih menunggu fatwa MUI itu, kita tinggalkan dulu sambil menunggu fatwa MUI. Setelah fatwa MUI itu keluar, baru kita akan kembali mendatangi masyarakat yang tidak mau di imunisasi sebelum fatwa MUI itu keluar,” ungakpanyanl.
Karena target nasional itu 95 persen dari jumlah sasaran yang ada. Karena di tahun 2020 secara nasional, Campak harus tidak ada di indonesia. Kemudian tahun 2019 untuk Sulbar.
“Pesan kami kepada masyarakat adalah, jika masih ada yang mempermasalahkan dan ketika fatwa MUI sudah keluar, mari kita sama-sama membawa anak kita ketempat layanan. Dan kami juga akan datang kesekolah baik SD, SMP dan SMA yang masih kelas 1,” bebernya.
“Mudah-mudahan target itu bisa tercapai. Karena kenapa, ketika masih ada masyarakat kita yang belun terimunisasi, maka akan menjadi faktor penyebab penularan di masa-masa yang datang. Karena penyakit ini penularanya hanya lewat manusia bukan lewat binatang dan sebagainya. Kalau ada masyarakat kita yang tertinggal tidak dilakukan imunisasi bisa menjadi faktor wabah nantinya, jika virus itu ada di daerah kita. Makanya bagaimana kita memaksimalkan dan meningkatkan sosialisasi dengan bekerjasama dengan Kemenag untuk mensosialisasikan ini,” tambahnya. (one)