Mamuju, 8enam.com.-Tidak adanya kata sepakat harga periode Bulan November antara petani dengan pihak Perusahan Kelapa Sawit (PKS), rapat penetapan indeks “K” dan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit produksi pekebun se Provinsi Sulawesi Barat yang berlangsung di Grand Maleo Hotel dan convention mamuju ditunda.
Dalam rapat itu, perwakilan Perusahaan meminta harga TBS untuk bulan November ini sebesar Rp 1.520. Sedangakan perwakilan petani awalnya meminta sebesar Rp 1.680, namun perusahaan menolak dengan permintaan petani. Lalu kemudian diturunkan menjadi Rp 1.600. Akan tetapi para pihak perusahaan lagi-lagi tidak sepakat.
Wakil ketua tim penetapan harga TBS, Kimoto Bado mengatakan bahwa tidak ada kesepakatan hari ini dikarenakan usulan petani lebih tinggi, kemudian perusahaan minta rendah jadi tidak ada kesepakatan.
“Tidak ada harga kita sepakati hari ini. Jadi harga berlaku saja dilapangan. itu yang diikuti nanti,” kata Wakil Ketua Tim penetapan TBS Kimoto Bado, Selasa (10/11/2020).
Dalam rapat tersebut pihak tim penetapan telah meminta negosiasi dengan pihak perusahaan, akan tetapi perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan petani.
“Alangakah ruginya kalau ditetapkan lalu tidak dibayar. Jadi lebih baik nanti, kalau perusahaan bersedia membayar baru kita minta lagi petunjuk ke pimpinan. Nanti ada lagi pemeberitahuan berikutnya. akan diundang kembali,” pungkasnya.
Sementara itu kuasa Direksi PT. Unggul, DR. Mochtar Tanong mengatakan, seharusnya petani dapat menerima usulan harga dari perusahaan. Apalagi saat berlangsungnya rapat sudah ada jalan tengah yang sudah disepakati bersama panitia.
“Seharusnya kita tetapkan saja harga yang mana-mana memberikan toleransi lebih. Kadang-kadang harga rata-rata gak dipakai. Digunakan harga yang tertinggi diantara usulan yang ada,” katanya.
“TBS ditetapkan misalnya katakanlah Rp 1.500 kalau di lapangan terjadi 1.600 yang untung kan petani juga. harusnya petani tidak usah ribut. Dia ingin paksakan dilapangan sekarang harus RP 1.600 kalau bulan depan kan belum tentu harga itu,” sebutnya.
Ia menjelaskan, penetapan harga itu sebenarnya sudah ada polahnya hanya saja yang terjadi sekarang ini sudah keluar dari Permentan.
“Kalau menurut Permentan bahwa buah petani itu harus ada titik olah. Buahnya masuk di olah di jual baru kita kembali bicarakan harga TBS-Nya, swis tengah harga jual itulah ada invoice. Tapi yang terjadi sekarang ini bahwa TBS di kasi masuk langsung di bayar kan belum ada, hasilnya kan belum di jual kan. Jadi kalau dia menuntut invoice kan tidak mungkin, invoice dari mana sedangkan TBSnya saja belum di olah, sedangkan invoice itu, invoice penjualan CPO,” jelas kuasa Direksi DR. Moctar Tanong.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sulbar, Sukidi Wijaya mengatakan, usulan penetapan harga dari perusahaan PKS tidak rasional.
“Harga tertinggi saat ini Rp 1.780, kami usulkan itu, sampai kami turun di posisi 1.591 sesuai dengan simulasi yang dibuat oleh ketua tim. Akan tetapi kembali lagi PKS tidak menyetujui, maka dianggap rapat tidak ada keputusan karena tidak terjadi kesepakatan antara petani dan PKS,” pungkasnya. (edo)