Penulis : Deni Widya Ariani. (Satistisi BPS Provinsi Sulawesi Barat)
Kita sudah di penghujung tahun 2022 dan siap menyambut tahun baru 2023. Tahun baru identik dengan resolusi baru dan pemerintah pun siap merancang rencana kerja baru untuk 2023. Setiap awal tahun, pemerintah merencanakan program kerja baru untuk meningkatkan perekonomian serta kualitas penduduk yang ada di wilayahnya. Penduduk merupakan salah satu kekayaan bangsa yang sesungguhnya sehingga sudah sepantasnya apabila penduduk menjadi salah satu tujuan utama dalam pembangunan. Keberhasilan pembangunan suatu wilayah tidak hanya diukur dari tingginya pertumbuhan ekonomi, tetapi juga peningkatan kualitas manusia yang tinggal di wilayah tersebut.
Menurut UNDP (United Nations Development Program) atau Badan Program Pembangunan PBB, pembangunan manusia dirumuskan sebagai upaya perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choices of people) dan sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut. Perluasan pilihan hanya mungkin dapat direalisasikan jika penduduk paling tidak memiliki : peluang berumur panjang dan sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent standard of living). UNDP menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja pembangunan manusia suatu negara atau wilayah. Indikator ini digunakan di tingkat nasional maupun internasional dalam melihat hasil pembangunan masing-masing wilayah atau negara. IPM dapat menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.
IPM Sulawesi Barat pada tahun 2022 sebesar 66,92 yang menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 66,36. Walaupun sudah masuk kategori sedang, Sulbar menempati posisi keempat terbawah secara nasional dibandingkan provinsi lain di Indonesia, hanya mengalahkan Papua, Papua Barat dan NTT. Capaian ini masih jauh dari target RPJMD 2022 sebesar 70,53 dan jauh dari nilai nasional sebesar 72,91. Semua nilai komponen penyusun IPM Sulbar seperti Umur Harapan Hidup (UHH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Harapan Lama Sekolah (HLS) dan pendapatan per kapita mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, namun ternyata itu tidak cukup untuk mendongkrak IPM Sulbar agar mencapai target yang sudah ditentukan.
Jika kita melihat pada setiap komponen penyusun IPM, komponen yang paling berpengaruh pada rendahnya capaian IPM Sulawesi Barat adalah Umur Harapan Hidup (UHH) yang sebesar 65,63, terendah dibanding provinsi lain di Indonesia. Angka itu menunjukkan bayi lahir hidup di Sulawesi Barat diharapkan akan hidup sampai umur 65-66 tahun. UHH Sulbar sangat jauh dari rata-rata UHH nasional yang sebesar 71,85. UHH yang rendah ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti morbiditas yang tinggi, perkawinan dini, dan banyaknya rumah tangga yang masih belum memiliki fasilitas buang air besar serta sumber air minum bersih. Faktor yang memengaruhi morbiditas tinggi adalah pengetahuan gizi dan kesehatan yang rendah. Kesadaran tentang konsumsi makanan yang bergizi, menjaga kesehatan, mengakses air minum yang bersih dan memiliki fasilitas buang air besar sendiri dapat diatasi jika penduduk memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Selain itu pendidikan tinggi juga akan menekan jumlah perkawinan dini.
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Sulawesi Barat tahun 2022 sebesar 8,08 tahun yang artinya rata-rata penduduk usia 25 tahun ke atas hanya mengenyam pendidikan sampai SMP kelas 2. Walaupun RLS Sulbar peringkat 23 dari 34 provinsi di Indonesia, angka tersebut masih tergolong rendah karena masih sangat jauh dari target wajib belajar 12 tahun yang ditetapkan oleh pemerintah. Harapan Lama Sekolah (HLS) Sulawesi Barat tahun 2022 sebesar 12,87 yang artinya setiap anak yang berumur 7 tahun diharapkan akan menempuh pendidikan selama 12,87 tahun. Angka tersebut masih dibawah rata-rata nasional yang sebesar 13,10 dan berada pada peringkat 25 dari 34 provinsi di Indonesia. Pemerintah Sulbar sudah berupaya untuk meningkatkan kesadaran agar seluruh penduduk menempuh pendidikan yang lebih tinggi melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta Program Indonesia Pintar (PIP) yang merupakan program dari pemerintah pusat namun sepertinya perjuangan pemerintah Sulbar masih sangat panjang. BOS dan PIP saja tidak cukup untuk menarik minat penduduk Sulbar agar tetap melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut hasil Sakernas Februari 2022, jumlah angkatan kerja pada golongan umur 15-19 tahun di Sulbar sebesar 36.924 orang atau sekitar 27,24 persen dari total penduduk di golongan umur tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa 27,24 persen penduduk usia 15-19 tahun memilih untuk masuk ke dunia kerja dibandingkan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal itu dapat terlihat dari persentase penduduk yang bekerja pada golongan umur 15-19 tahun sebesar 53,46 persen yang lulus SMP, 5,42 persen yang lulus SMA, 5,98 persen yang lulus diploma/sarjana dan yang lainnya adalah lulus SD, tidak lulus SD atau tidak pernah bersekolah. Dari jumlah penduduk umur 15-19 tahun yang bekerja, 24.816 orang atau 78,04 persen merupakan pekerja keluarga atau pekerja yang tidak dibayar. Faktor lingkungan terutama ekonomi keluarga menjadi salah satu pemicu lebih cepatnya penduduk umur 15-19 tahun tersebut masuk ke dalam dunia kerja.
Pengeluaran per kapita penduduk Sulbar tahun 2022 sebesar 9,358 juta rupiah per orang per tahun atau sekitar 779,833 ribu rupiah per orang per bulan. Sulbar menempati posisi 27 dari 34 provinsi di Indonesia dan dibawah rata-rata pengeluaran per kapita nasional yang sebesar 11,479 juta rupiah per orang per tahun. Pengeluaran per kapita dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti persentase penduduk miskin, jumlah pengangguran terbuka, dan jumlah pekerja informal. Pada Bulan Maret 2022, persentase penduduk miskin Sulbar sebesar 11,75 persen. Sementara itu untuk tingkat pengangguran terbuka (TPT) Bulan Februari 2022 sebesar 3,11 persen dan jumlah pekerja informal nya sebesar 74,60 persen. Walaupun pengangguran terlihat kecil namun para pekerja di Sulbar sebagian besar bekerja di sektor informal yang identik dengan pendapatan yang tidak pasti. Pekerja sektor informal merupakan pekerja yang berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak dibayar atau tidak tetap, pekerja bebas serta pekerja keluarga atau tidak dibayar. Banyaknya pekerja informal sejalan dengan tingkat pendidikan yang rendah karena pekerja informal tidak memerlukan keterampilan atau keahlian khusus. Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu faktor yang bisa meningkatkan kualitas pekerja Sulbar agar bisa lebih banyak yang bekerja di sektor formal dan meningkatkan pendapatan penduduk Sulbar.
Semua dimensi pembentuk IPM di Sulbar sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang masih cenderung rendah. Jika ingin meningkatkan kualitas hidup penduduk Sulbar, pemerintah Sulbar perlu fokus untuk membenahi pendidikan di Sulbar. Semuanya sangat berkaitan seperti mata rantai yang tidak terputus, namun jika bisa memulai dari meningkatkan pendidikan penduduk Sulbar maka permasalahan lain secara satu persatu bisa diatasi karena memiliki penduduk yang berkualitas. (**)