
Sektor pertanian merupakan sektor dengan kontribusi terbesar kedua setelah Industri pengolahan terhadap PDRB. Salah satu subsektor yang merupakan urutan pertama di sektor pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian ialah subsektor perkebunan. Subsektor ini merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerapan tenaga kerja, dan penghasil devisa.
Provinsi Sulawesi Barat merupakan penghasil kelapa sawit terbesar di kawasan timur Indonesia sehingga kelapa sawit merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang memiliki peran penting dalam kegiatan perekonomian di Provinsi Sulawesi Barat.
Hal ini tidak terlepas dari kontribusi tiga kabupaten di Sulawesi Barat sebagai penyangga produksi kelapa sawit saat ini, yakni Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah dan Pasangkayu, sebab ketiganya dapat dikatakan merupakan kabupaten pengelola kelapa sawit.
Terdapat luas lahan dari tanaman kelapa sawit yang menghasilkan ialah seluas 80.543 hektare dengan produksi sebesar 261.801 ton di tahun 2018 dari total luas areal perkebunan kelapa sawit seluas 152.725 hektare.
Komoditas kelapa sawit di kabupaten Pasangkayu menjadi penghasil terbesar dengan produksi sebanyak 142.976 ton, disusul kabupaten Mamuju Tengah sebanyak 106.003 ton, dan kabupaten Mamuju sebanyak 12.822 ton dan diharapkan terus bertambah di tahun-tahun selanjutnya.
Apalagi, prospek konsumsi minyak sawit global diprediksi akan tumbuh 7,1 persen di 2019 dan 5,1 persen di tahun 2020. Angka tersebut otomatis akan jauh lebih tinggi dibandingkan capaian rata-rata 5 tahun terakhir, yang hanya berkisar di angka 2,9 persen.
Kelapa sawit ialah salah satu komoditas ekspor yang mulai diandalkan dengan nilai jual yang lumayan menjanjikan. Meskipun menghasilkan produk dengan nilai jual yang lumayan tinggi, kelapa sawit juga menghasilkan limbah yang sebaiknya dikelola dengan rapi agar tidak berdampak buruk pada lingkungan. Salah satu bentuk limbahnya adalah cangkang kelapa sawit.
Cangkang kelapa sawit dengan nama lain palm kernel shell merupakan bagian keras yang terdapat pada buah kelapa sawit yang berfungsi sebagai pelindung isi kelapa sawit. Cangkang kelapa sawit merupakan limbah dari pengolahan minyak kelapa sawit yang kurang termanfaatkan.
Seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, cangkang kelapa sawit ternyata dapat menghasilkan nilai tambah bagi hasil perkebunan maupun bagi lingkungan.
Ketersediaan cangkang kelapa sawit yang lumayan banyak ini sebenarnya bisa dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.
Beberapa pemanfaatannya ialah bahan bakar untuk boiler, karbon aktif dalam pemurnian biogas, bahan pengganti batu bara, pengawet alami berupa asap cair, campuran makanan ternak, pupuk tanaman (Biochar), bahan baku pengganti aspal, bahan baku energi alternatif pembangkit listrik, dan masih banyak pengolahan lain dapat mencegah penumpukan cangkang kelapa sawit menjadi limbah.
Namun, kurangnya tenaga kerja profesional dalam proses pengolahan limbah cangkang kelapa sawit menjadi produk yang lebih bermanfaat menjadi salah satu hambatan. Sehingga jalan keluar yang dapat diambil ialah menggaet tenaga kerja profesional yang dapat mengolah limbah cangkang kelapa sawit atau melakukan ekspor ke daerah yang mampu mengolahnya menjadi produk baru yang bermanfaat.
Provinsi Sulawesi Barat mulai mengadakan ekspor perdana cangkang sawit di awal tahun 2019 sebanyak 8.500 metrik ton (M/T). “Charchoal” atau cangkang kelapa sawit diekspor ke Jepang melalui Pelabuhan Belang-Belang Kabupaten Mamuju yang dilakukan oleh perusahaan pengekspor PT Jambi Energi. Cangkang kelapa sawit itu dijadikan sebagai bahan bakar alternatif di sejumlah negara, termasuk Negara Jepang.
Kualitas Charcoal terbilang lebih tinggi daripada arang kayu lantaran kandungan lignoselulosa di tempurung kelapa sawit. Berat jenisnya pun lebih tinggi ketimbang kayu yakni mencapai 1,4 gram/mL. Rata-rata tingkat energi panas yang dapat dihasilkan oleh arang sawit sebesar 20.093 kJ/Kg. Pengeksporan dan pemanfaatan cangkang kelapa sawit dapat dikatakan merupakan salah satu jalan sehingga limbah yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit dapat diminimalisir.
“Dulu cangkang hanyalah sampah dalam perkebunan yang dibuang begitu saja dan tidak punya nilai sama sekali. Namun sekarang sudah bisa menjadi rupiah, bahkan dolar di dunia perdagangan internasional,” tutur Sekretaris Provinsi Sulawesi Barat, Muhammad Idris pada Senin (21/1).
Ia menyatakan, baru satu perusahaan, yakni PT Jambi Energi yang telah bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dalam mengekspor cangkang sawit, dan diharapkan ke depan, perusahan-perusahaan lainnya dapat melakukan hal yang sama.
Langkah pemerintah patut diberi apresiasi. Kebijakan untuk mendukung pertanian kelapa sawit di Sulawesi Barat harus terus ditingkatkan. Mengingat semakin banyak masyarakat yang mulai bergantung kepada hasil perkebunan kelapa sawit. Tidak sedikit masyarakat yang mengalihfungsikan lahan kakao menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.
Sebenarnya sebuah kemunduran jika kakao harus digantikan oleh kelapa sawit. Program Gerakan Nasional kakao yang pernah digagas oleh Bapak mantan Gubernur, Anwar Adnan Saleh, harus terus dilanjutkan.
Peningkatan kualitas dan potensi hasil dari kelapa sawit bisa berjalan tanpa harus menggusur yang sudah ada. Keduanya bisa berjalan beriringan dengan dukungan kebijakan pemerintah yang maksimal. (**)
Penulis : Nurul Khaerul Amaliah (Mahasiswi Polstat STIS Jakarta asal Sulawesi Barat)