
Mateng, 8enam.com.-Pemerintah dari tahun ke tahun terus berusaha semaksimal mungkin untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) baik melalui sosialisasi agar ibu yang mau melahirkan agar melahirkan di fasilitas kesehatan seperti Pustu atau Puskesmas. Bahkan pemerintah menggelontorkan anggaran melalui dana Jaminan Persalinan (Jampersal).
Namun usaha pemerintah belum menghasilkan hasil yang maksimal. Bahkan tak jarang ibu yang mau melahirkan lebih memilih jasa dukun beranak ketimbang menggunakan jasa medis.
Melihat kondisi tersebut, salah satu desa di Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng), Sulbar yakni Desa Tappilina, membuat trobosan baru dengan ikut melakukan sosialisasi pentingnya melahirkan di fasilitas kesehatan. Bahkan tidak tanggung-tanggung menganggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Kepala Desa Tappilina, Sultan S menuturkan, ini berawal dari susahnya masyarakat diarahkan untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, ditambah lagi dengan masyarakat masih percaya dengan menggunakan jasa dukun beranak ketimbang melahirkan di Pustu.
“Nah dengan adanya masukan-masukan dari pendamping kabupaten dan petugas kesehatan akhirnya kami memberikan sosialisasi tentang pentingnya menggunakan fasilitas kesehatan saat ibu melahirkan. Dan alhamdulillah kesadaran masyarakat sudah mulai tumbuh,” tutur Sultan, Selasa (24/7/2018).
Untuk mengetahui berapa jumlah ibu yang akan melahirkan di tahun 2018 kata Sultan, pihaknya memerintahkan petugas kesehatan untuk mendata berapa jumlah ibu yang akan melahirkan di tahun 2018, dengan adanya data itu, memudahkan untuk menganggarkan melalui APBDes. Dan semua masyarakat mendapatkan bantuan tanpa melihat apakah dia kaya atau tidak mampu.
“Semua kami bantu, kami tidak membuat sekat di masyarakat. Mau kaya atau miskin begitu juga apakah sudah memiliki BPJS atau KIS, kami tetap bantu. Intinya, siapapun yang mau melahirkan di Pustu, kami bantu,” urainya.
Dia katakan, bantuan yang diberikan kepada ibu yang melahirkan di Pustu itu sebesar Rp 500 ribu. Tapi itu tidak berupa uang tunai, melainkan berupa barang keperluan bayi. Sementara untuk yang melayani, diberikan sebesar Rp 300 ribu.
“Salah satu alasan kenapa kami memberikan uang kepada petugas kesehatan yang menolong persalinan adalah untuk memberikan suffort kepada petugas itu sendiri,” bebernya.

Menanggapi hal itu, Sekertaris Dinkes Mateng, Hj. Nilmawiah memberikan apresiasi kepala Kepala Desa Tappilina, karena Desa tersebut mampu menekan AKI.
“Saya sangat mengapresiasi, karena Desa Tappilina mampu menekan AKI melalui trobosan dengan memberikan rangsangan kepada masyarakat agar semua masyarakat (ibu red) yang mau melahirkan itu di Pustu, tidak lagi di rumah dengan memberikan dana baik kepada ibu yang melahirkan begitu juga kepada petugas yang menolong melalui APBDesnya,” ucapnya.
Menurutnya, Ini suffort untuk masyarakat, karena tidak mau melihat masyarakatnya meninggal saat melahirkan dan itu terjadi dirumah. Kalaupun ada resiko yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan, itu sudah sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Makanya mereka memberikan rangsangan dan suffort baik kepada masyarakat maupun kepada petugas yang menolong agar tidak adalagi masyarakat yang melahirkan dirumah.
Dia berharap, ini menjadi spirit kepada desa-desa lain agar kegiatannya terintegrasi dengan menekan AKI dan AKB.
“Harapan saya agar Desa Tappilina bisa menjadi rol model dari desa-desa lain di Kabupaten Mateng. Artinya tidak adalagi desa itu mengatakan bahwa persalinan itu bisa dilakukan dirumah, karena indikator persalinan saat ini bukan lagi ditenaga kesehatan, tapi difasilitas pelayanan kesehatan,” harapnya. (Ysn Hms/one)