
Mamuju, 8enam.com.-Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar), Suhardi Duka (SDK), menghadiri ritual sakral Massossor Manurung, tradisi pembersihan keris pusaka Kerajaan Mamuju, yang dilaksanakan di pelataran Rumah Adat Mamuju pada Sabtu, 25 Oktober 2025.
Gubernur menegaskan bahwa budaya adalah jati diri yang harus dilestarikan sekaligus memiliki potensi ekonomi tinggi.
Massossor Manurung: Refleksi Spiritual dan Pemerintahan
Ritual Massossor Manurung, yang secara harfiah berarti pembersihan pusaka Manurung, dimaknai lebih dari sekadar pembersihan fisik benda pusaka Kerajaan Mamuju. Menurut SDK, tradisi ini juga merupakan bentuk introspeksi, pembersihan moral, dan evaluasi terhadap perjalanan pembangunan, pemerintahan, dan kehidupan sosial di setiap masa.
“Massossor Manurung ini bukan hanya pembersihan benda pusaka, tapi juga pembersihan diri dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan, pemerintahan, maupun sosial di setiap masa. Karena itu, kegiatan seperti ini penting untuk kita laksanakan disetiap periode yang ditentukan,” ujar Gubernur SDK.
Gubernur yang pernah menjabat sebagai Bupati Mamuju (2005–2015) ini menekankan bahwa budaya, termasuk Bahasa Mamuju, adalah penuntun jati diri dan kepribadian masyarakat.
“Jika ada orang Mamuju yang tidak tahu bahasa Mamuju, itu artinya tercabut dari akar budayanya. Maka mari belajar bahasa Mamuju,” tegasnya.
Budaya Sebagai Komoditas Wisata Global
Suhardi Duka juga menantang masyarakat Mamuju untuk mengemas ritual ini sebagai potensi ekonomi melalui pariwisata budaya, mencontoh Bali yang sukses mengintegrasikan nilai spiritual dan ekonomi.
“Budaya di era modern seperti sekarang tidak hanya disakralkan, tapi juga bisa dipasarkan. Contohnya Bali, orang datang ke sana bukan hanya untuk menikmati alamnya, tapi juga budayanya,” paparnya.
Menurutnya, tradisi Massossor Manurung dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata yang menarik wisatawan lokal dan mancanegara, terutama karena keyakinan unik bahwa pusaka Manurung itu “dilahirkan”, bukan dibuat.
“Kalau orang asing mendengar bahwa keris ini dilahirkan, pasti mereka penasaran dan ingin tahu bagaimana keyakinan itu terbentuk. Ini daya tarik budaya yang luar biasa jika dikemas dengan baik,” imbuhnya.
Komitmen Adat dan Pemerintah Daerah
Maradika Mamuju (Raja Mamuju), Bau Akram Dai, menjelaskan bahwa ritual ini telah diwariskan turun-temurun sejak 1.500 Masehi. Ia menegaskan bahwa pusaka Manurung adalah simbol kekuatan, kepemimpinan, dan keadilan di Tanah Mamuju. Ritual Sossor Manurung kini dilaksanakan satu kali dalam dua tahun pada tahun ganjil.
Bau Akram Dai juga mengutip filosofi lokal, ‘Sema manginung uai randanna to Mamuju, maka ia to Mamuju’, yang menegaskan bahwa siapapun yang minum air di Tanah Mamuju memiliki tanggung jawab untuk menjaga kedamaian dan membangun daerah.
Senada dengan itu, Bupati Mamuju, Sutinah Suhardi, menyampaikan terima kasih atas dukungan Gubernur SDK dalam pelestarian budaya.
“Melalui momentum ini, mari jadikan tradisi adat sebagai perekat sosial, penguat identitas, dan landasan moral dalam membangun Mamuju yang lebih keren, maju, berbudaya, dan berkarakter,” pungkas Bupati Sutinah, menegaskan bahwa kemajuan daerah juga diukur dari kemampuan masyarakat mempertahankan nilai-nilai luhur budaya. (Rls)
8enam.com Media Online Sulawesi Barat