Oleh : Evi Arianti, SST
Statistisi BPS Kabupaten Mamasa
Siapa sih yang ingin dilahirkan dalam kondisi miskin? Tentu saja tak ada satu orang pun di dunia yang ingin dilahirkan dalam kondisi seperti itu. Pastinya semua orang ingin berada dalam kondisi memiliki makanan yang cukup, rumah yang nyaman, adanya fasilitas kendaraan, serta terjaminnya pendidikan.
Kemiskinan adalah kondisi ketidakmampuan seseorang secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Program mengurangi angka kemiskinan pun tak pernah absen menjadi salah satu skala prioritas dalam program pemerintah.
Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKNM).
Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari.
Sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.
Pada tanggal 16 Januari 2023, BPS Sulawesi Barat merilis angka kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat. Berdasarkan data BPS, pada bulan September 2022, jumlah penduduk miskin secara absolut (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Barat mencapai 169,26 ribu orang (11,92 persen), bertambah sebesar 3,54 ribu orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2022 .
Sementara itu jika dilihat dari status wilayahnya, pada bulan September 2022 untuk daerah perkotaan persentase penduduk miskin mengalami penurunan yaitu dari 9,76 persen menjadi 9,33 persen sedangkan untuk perdesaan, persentase penduduk miskinnya mengalami peningkatan yaitu dari 12,26 persen menjadi 12,58 persen jika dibandingkan dengan bulan Maret 2022.
Prioritas Pengeluaran
Berdasarkan data BPS, peranan komoditi makanan memiliki pengaruh yang jauh lebih besar terhadap Garis Kemiskinan dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
Kontribusi Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2022 tercatat sebesar 77,10 persen. Beras, komoditi lainnya dan rokok kretek filter merupakan tiga jenis komoditi makanan yang berpengaruh paling besar terhadap Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Sedangkan untuk tiga jenis komoditi bukan makanan yang mempengaruhi kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan diantaranya adalah biaya perumahan, bensin, dan lainnya.
Ada fenomena menarik yang layak dicermati yaitu pengeluaran untuk rokok pada penduduk miskin memberikan sumbangan terbesar ketiga setelah komoditi lainnya.
Sumbangan rokok untuk Garis Kemiskinan sebesar 10,60 persen untuk daerah perkotaan dan 10,92 persen untuk daerah perdesaan. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan sumbangan telur ayam ras yang hanya 5,16 persen untuk daerah perkotaan dan 1,66 persen untuk daerah perdesaan.
Meskipun rokok bagi sebagian orang sudah menjadi kebutuhan pokok, tapi sangat disayangkan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan mengeluarkan uangnya untuk membeli rokok yang justru dapat menurunkan kesehatan.
Alangkah baiknya, jika penduduk miskin mengalihkan alokasi uang yang tadinya untuk membeli rokok ke konsumsi makanan lain yang mampu meningkatkan asupan gizi, terlebih bagi keluarga yang memiliki anak-anak.
Tentu saja hal ini akan meningkatkan kualitas kesehatan dan meningkatkan produktivitas belajar bagi anak-anak.
Peningkatan kualitas kesehatan pada penduduk miskin sangat diperlukan terutama pada anak-anak, sehingga mereka dapat bertumbuh sesuai dengan potensi mereka. Dengan demikian, anak-anak ini akan tumbuh menjadi anak yang sukses dan mampu meningkatkan taraf hidup dan keluar dari lingkaran kemiskinan.
Oleh karenanya diperlukan sebuah penyadaran dan edukasi bagi penduduk miskin agar mereka lebih bijaksana dalam membelanjakan penghasilan yang mereka dapatkan sehingga mereka mampu membuat skala prioritas mengenai kebutuhan yang harus dipenuhi serta bermanfaat dan berguna bagi keluarganya. (*)