Lombok, 8enam.com.-Sulawesi Barat (Sulbar) membuktikan kontribusi positifnya terhadap konsolidasi demokrasi nasional. Di tengah tren penurunan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang terjadi di 21 provinsi lain dan bahkan di tingkat pusat, IDI Sulbar justru mencatatkan kenaikan signifikan menjadi 74,56 pada tahun ini.
Capaian ini diumumkan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bertema “Memperkokoh Demokrasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045” yang digelar oleh Kemenko Polhukam di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Kamis (25/9/2025).
Plt. Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Sulbar, Sunusi, yang menghadiri Rakornas, menegaskan bahwa pencapaian ini adalah hasil dari kerja kolaboratif. “Perkembangan ini tentu tidak lepas dari kerja kolaboratif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam membangun politik, sosial, dan ekonomi di Sulawesi Barat,” ujar Sunusi.
Meskipun nilai 74,56 masih berada dalam kategori sedang, tren kenaikan ini sangat positif dan menunjukkan komitmen kepemimpinan Gubernur Suhardi Duka dan Wakil Gubernur Salim S Mengga dalam memperkuat demokrasi lokal.
Daerah Penopang Demokrasi Nasional
Dalam Rakornas, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menyampaikan dinamika IDI 2024. Secara nasional, IDI memang naik tipis menjadi 79,81. Namun, kenaikan ini ditopang oleh capaian di daerah, sementara IDI Pusat justru menurun 1,27 poin (dari 83,14 ke 81,87).
”Penguatan demokrasi di daerah mampu memberikan kontribusi positif terhadap capaian demokrasi nasional, meskipun masih terdapat tantangan di tingkat pusat,” jelas Ateng Hartono.
IDI di tingkat provinsi sendiri mencatat kenaikan signifikan sebesar 1,29 poin, dari 77,21 menjadi 78,50. Kenaikan di tingkat provinsi ini mayoritas didorong oleh perbaikan pada aspek Kapasitas Lembaga Demokrasi.
Tantangan Serius Menuju Indonesia Emas 2045
Meskipun Sulbar mencatat perbaikan, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Dr. Drs. Bahtia, M.Si, mengingatkan bahwa demokrasi Indonesia masih menghadapi tantangan serius.
Tantangan tersebut meliputi:
- Polarisasi Politik Identitas dan keterbatasan kebebasan sipil.
- Fenomena democratic backsliding (penurunan kualitas demokrasi) yang ditandai dengan melemahnya integritas pemilu dan mekanisme checks and balances.
- Dampak digitalisasi yang memicu misinformasi dan tantangan keamanan baru.
- Ketidaksetaraan sosial-ekonomi yang masih berpotensi memperlebar jurang kepercayaan politik.
Senada, Perencana Ahli Madya Bappenas, Maharani, SE, MBA, menekankan bahwa demokrasi ke depan harus lebih substansial, bukan sekadar prosedural. Hal ini menuntut penguatan masyarakat sipil, penjaminan kesetaraan akses politik dan ekonomi, serta perbaikan sistem kepemiluan.
”Demokrasi Indonesia harus terus diperkuat, bukan hanya dari sisi prosedural, tetapi juga secara substansial agar mampu menjawab tantangan zaman dan menjaga stabilitas bangsa,” pungkas Dr. Bahtiar. (Rls)