Polewali, 8enam.com.-Sebagian besar kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak di Kabupaten Polewali Mandar (Polman) disebabkan pengaruh pornografi. Hal tersebut di ungkapkan oleh Sukriwandi, Kepala Divisi Investigasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulbar. Dan menurutnya, film porno atau film dewasa adalah salah satu kejahatan seksual.
“Film porno merupakan langkah awal pelaku kejahatan seksual yang melibatkan anak, sehingga tidak heran kemarin ada kasus anak SD kelas I dicabuli kakak kelasnya,” ungkapnya
Sukriwandi menjelaskan, kekerasan pada anak umumnya dibagi dalam empat kategori yaitu, kekerasan fisik, psikis, penelantaran, dan kekerasan seksual. Dari empat jenis kekerasan tersebut, kekerasan seksual menjadi salah satu faktor menarik yang mendominasi kejahatan terhadap anak.
Ketika berbicara kejahatan yang melibatkan anak, selaku advokat dirinya menafsirkan, baik dari korban maupun pelaku, proses hukum harus selalu mengacu pada Undang-Undang perlindungan anak sesuai dengan sistim peradilan anak.
“Meskipun anak ini melakukan kejahatan, tetapi mesti kita selalu menempatkan mereka pada posisi yang terbaik, karena kita juga harus melihat kenapa kejahatan itu ada,” jelasnya.
Menurutnya, anak yang menjadi korban kekerasan seksual bisa disebabkan kurangnya kepedulian orang tua. Tak adanya komunikasi yang baik dalam keluarga juga bisa menjadi penyebab ketidaktahuan anak untuk memahami situasi. Sehingga, anak mudah menjadi pelaku maupun korban pelecehan seksual.
Dijelaskannya lagi, kasus-kasus kejahatan seksual yang melibatkan anak terus terjadi setiap tahun. Angkanya pun terus meningkat. Untuk mencegah terulangnya hal ini, kata Sukriwandi, perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi secara menyeluruh. Lantaran problema ini menjadi tanggung jawab bersama baik itu dari pemerintah, pendamping hukumnya, masyarakat dan terlebih lagi orang tua.
“Perlu pengawasan ketat, saya tegaskan korban kekerasan seksual anak yang pelakunya juga anak, rata rata setelah menonton film blue (dewasa) di HP nya,” ungkapnya
Dia menambahkan, selain sosialisasi dan edukasi, kerja sama dengan lembaga-lembaga terkait juga diperlukan, seperti Balai Pemasyarakatan (BAPAS), serta Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak( PPA ). Selain itu, Dinas Pendidikan khususnya pihak sekolah perlu melakukan tindakan protektif merazia semua HP android siswa yang bisa memutar film dewasa dengan memeriksa daftar browsingnya, apakah siswa ini membuka link dewasa atau menyimpan gambar dan film porno di HP nya.
“Jika ada siswa yang kedapatan, maka orang tuanya dipanggil, nah jalur koordinasi ini penting, sehingga dapat menekan melajunya persetubuhan usia dini,” terang Sukriwandi
Lanjutnya, berdasarkan pengalaman melakukan pendampingan hukum terhadap anak, baik selama di kepolisian, kejaksaan hingga sampai disidangkan di pengadilan negeri, fakta yang terungkap rata rata karena faktor kurangnya pengawasan orang tua, broken home dan pergaulan bebas.
“Berawal ketika mereka sudah tidak nyaman lagi tinggal dirumah, kemudian mereka keluar bergaul dengan teman-teman yang lebih tua umurnya, dan bisa sefaham dengannya. Akhirnya disitulah karakter anak ini terbentuk,” urainya.
Sementara itu, Kasi Pidana Umum Kejari Polewali, Sugiharto, saat dikonfirmasi diruangannya menuturkan, pekan lalu pihaknya kembali menerima berkas kasus pelecehan seksual dari unit PPA Polres Polman, yang diduga melibatkan empat orang anak dibawah umur. Sementara korbannya juga adalah anak dibawah umur.
“Sudah ada satu berkas yang sudah kita kirim ke pengadilan, tapi yang lainnya kita tunggu kelengkapannya. Iya, memang tersangkanya masih dibawah umur,” tandasnya. (Sw/edo)