Makassar, 8enam.com.-Ancaman pelecehan seksual di media digital dan cara menyikapinya menjadi topik yang dibahas pada Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” kembali diselenggarakan secara virtual di Makassar, Sulawesi Selatan pada 12 November 2021.
Program Literasi Digital diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo. Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Adapun tema kali ini adalah “Hormati Perempuan, Lawan Pelecehan Seksual di Media Digital”.
Program kali ini menghadirkan 700 peserta dan empat narasumber yang terdiri dari Penulis dan Gender Specialist, Kalis Mardiasih; anggota Sub Divisi Kekerasan Berbasis Gender Online SAFENet, Nabilah Saputri; Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar sekaligus Kreator Konten, Nojeng Comol; serta Pendiri Sobat Cyber Indonesia, Al Akbar Rahmadillah. Adapun yang bertindak sebagai moderator adalah Richard Lioe dari Katadata. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan 57.550 orang peserta.
Acara dimulai dengan sambutan berupa video dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang menyalurkan semangat literasi digital untuk kemajuan bangsa.
Pemaparan, Kalis Mardiasih sebagai pemateri pertama tampil membawakan tema “Digital Skills, Bekal untuk Publik Internet #CakapDigital”. Kalis mengatakan, warganet perlu memahami antara misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Di samping itu, perlu diwaspadai ancaman pelecehan seksual di internet. Publik internet juga perlu mengatur screen time agar tidak kelebihan dan memberikan efek negatif. “Set screen limits, take regular breaks and stretch, stand up sit less, keep screens out of the bedroom,” tips dari Kalis. Adapun, tips merespons ujaran kebencian, yaitu dengan memeriksa latar belakang lawan bicara, identifikasi jenis ujaran, dan selalu pikirkan opsi report, mute, atau block.
Selanjutnya Nabilah Saputri menyampaikan materi berjudul “How to Interact on Internet”. Perkembangan internet dan masalahnya seperti kekerasan seksual nyatanya tidak selalu berbanding lurus dengan penegakan hukum. Nabilah menyebut hal ini merugikan kelompok tertentu, sehingga memformat suatu kekerasan berbasis gender baru (KGBO).
“Bagaimana agar terhindar dari ancaman KGBO? Ubah nama perangkat (jangan gunakan nama sendiri), tinjau setelan aplikasi (lokasi, kamera, penyimpanan), dan kurangi jejak digital,” terangnya.
Pemateri ketiga, Nojeng Comol, mengusung tema “Digital Culture: Memahami Batasan Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital”. Perkembangan era digital membuat kita kian mudah memproduksi dan menyebarkan konten negatif, hoaks, dan ujaran kebencian. Maka dari itu, perlu adanya pengawasan terhadap anak-anak kita akan konten yang diakses setiap hari.
“Bagaimana memilah pendapat yang boleh atau tidak boleh disampaikan di dunia digital? Upayakan membaca tuntas unggahan sebelum berkomentar. Pemahaman setengah-setengah seringkali memicu seseorang terburu-buru menghakimi unggahan,” kata Nojeng.
Adapun sebagai pemateri terakhir, Al Akbar Rahmadillah, menyampaikan tema “Memahami Perlindungan Data Pribadi”. Beberapa potensi kejahatan dengan data pribadi, antara lain jual beli data, profiling untuk target politik atau iklan di media sosial, pendaftaran akun pinjol memaksa akses ke kontak atau media dan lain-lain, meretas akun layanan, perundungan siber, ambil alih akun, dan telemarketing.
“Bijaklah dalam memberikan data pribadi di media sosial, gunakan kata sandi yang rumit dan waspada risiko WiFi publik,” pungkasnya.
Setelah pemaparan materi, webinar dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu Richard Lioe. Para peserta tampak antusias dan mengirimkan banyak pertanyaan. Panitia memberikan uang elektronik masing-masing senilai Rp100.000 bagi 10 penanya terpilih.
“Jika kita melihat indikasi dari adanya pelecehan seksual, bagaimana cara melaporkannya? Di Instagram pengguna perlu me-report akun, baru ada tindakan. Sedangkan kita tidak tahu cara mengumpulkan orang untuk bersama-sama report karena banyak sekali yang mengirimkan DM dengan konten tidak senonoh,” tanya Imel Sumani kepada Nabilah Saputri.
“Kalau misalnya dari tingkat pelecehan seksual itu sendiri, kita sendiri yang dapat mengukur. Kalau mau lapor, bisa disesuaikan kebutuhan korban. Kalau misal mau diusut secara hukum, bisa diadukan dengan Pasal 355 perbuatan tidak menyenangkan. Memang kita belum punya diskursus pelecehan seksual dalam tatanan hukum itu sendiri, makanya kita perlu dukung RUU PKS, dan Permendikbudristek PPKS. Caranya bisa call out di platform dia sendiri. Kalau korban nggak bisa, dia bisa minta bantuan ke orang yang terpercaya,” jawab Nabilah Saputri.
Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi akan diselenggarakan secara virtual mulai Mei 2021 hingga Desember 2021 dengan berbagai konten menarik dan informatif yang disampaikan narasumber terpercaya. Bagi masyarakat yang ingin mengikuti sesi webinar selanjutnya, silakan kunjungi https://www.siberkreasi.id/ dan akun sosial media @Kemenkominfo dan @siberkreasi, serta @siberkreasisulawesi khusus untuk wilayah Sulawesi. (***)