Mamuju, 8enam.com.-Peraturan Daerah (Perda) nomor 2 tahun 2018 tentang perparkiran menuai reaksi, bahkan Ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Pitu Uluna Salu (IPMAPUS) Cabang Mamuju, Sri Indah Sari menganggap Perda tersebut banci dan cacat prosedural.
Sri Indah Sari mengatakan, dalam perancangan Perda ada tiga aspek yang harus di perhatikan, pertama adalah aspek kewenangan, dalam hal ini kepala daerah mempunyai kewenangan membentuk Perda setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Kedua aspek keterbukaan, dalam setiap pembentukan peraturan daerah diperlukan adanya keterbukaan yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat baik dari unsur akademisi, praktisi maupun dari unsur masyarakat terkait lainnya untuk berpartisipasi baik dalam proses perencanaan, persiapan, penyusunan atau dalam pembahasan Raperda dengan cara memberikan kesempatan untuk memberikan masukan atau saran pertimbangan secara lisan atau tertulis sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dan yang ketiga aspek pengawasan, ini tugas semua elemen untuk mengawasi berjalannya Perda tersebut.
“Saya menilai DPRD ini hanya ketuk palu saja, tidak memperhatikan efektivitas Perda yang akan disetujui didalam masyarakat baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis. Masa mereka menyetujui Perda yang sama sekali tidak memberikan manfaat untuk daerah. Oke, mungkin teman-teman DPRD sudah memperhatikan secara yuridis, tetapi secara filosofis dan sosiologis anda-anda semua tidak memperhatikan itu,” kata Sri Indah Sari saat ditemui di sekretariat IPMAPUS, Sabtu (5/1/2019).
Bayangkan saja kata Indah, Perda ini tidak melalui proses uji publik dan tidak melihat dari aspek sosiologisnya. Setelah terbitnya Perda perparkiran ini, hotel D’Maleo kembali memberlakukan tarif parkir di gerbang utamanya yang membuat masyarakat yang melintasi gerbang itu kaget. Kenapa, karena ini tidak melalui proses uji publik.
“Yang kemudian uang yang kita setor ke pihak D’maleo sama sekali tidak memberikan keuntungan kepada daerah, sehingga saya katakan Perda ini banci dan cacat prosedural, hanya menguntungkan pihak swasta. Seharusnya DPRD ini tidak langsung semudah itu menyepakati sesuatu yang disodorkan kepadanya, harusnya selalu melihat dari kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Lanjutnya, mereka ini kan dipilih oleh masyarakat untuk mewakili masyarakat, untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat. Masa iya, masyarakat hanya foto-foto di mall bayar dua ribu rupiah lewat satu jam di denda.
“Kami sepakat membayar biaya parkir, asal masuk dalam PAD tapi kalau sama sekali tidak ada masuk ke kas daerah, saya meminta Perda perparkiran ini ditinjau kembali sembari menunggu Perda pajak perparkiran,” pungkas Sri Inda Sari. (Mat/edo)